• Featured

    Windows 8 Could Have Nine Different Backgrounds and Editions

  • Featured

    Don't miss these 10 Things if you are going for Picnic.

  • Articles

    iPhone 6 Will Look Like

  • Articles

    Solar Powered UAVs To Replace Satellites

  • Novel Gaara Hiden

    Posted at  January 18, 2017  |  in    |  Read More»

    0 comments:

    Novel Shikamaru Hiden

    Posted at  January 18, 2017  |  in    |  Read More»

    0 comments:






    –Akhir


    Sudah seminggu sejak Shikamaru meninggalkan Negeri Sunyi. Kakashi memerintahkannya untuk beristirahat dan memulihkan diri dari kelelahan setelah ia ditawan dan bertarung dengan Gengo.



    Luka di dahinya telah disembuhkan oleh Sakura dengan segera, jadi Shikamaru tidak perlu dirawat. Kondisi hatinya juga sudah terasa jauh lebih ringan dibanding sebelum perjalanannya ke Negeri Sunyi. Ia tak benar-benar membutuhkan liburan, namun Kakashi bersikeras, dan ia memenuhinya.



    Chouji dan Ino berangkat menjalani misi yang berbeda segera setelah mereka kembali ke Konoha. Naruto dan Sakura masih menyelesaikan beberapa urusan di Negeri Sunyi. Tentu saja, Shikamaru mengunjungi Mirai di rumah Kurenai-sensei, namun ia berada disana hanya beberapa jam.



    Waktunya ia habiskan sendirian. Ia tak perlu melakukan apapun.



    Sepanjang minggu, tak ada yang mengganggunya.



    Pertama kalinya sejak sekian lama, Shikamaru menjalani kehidupan yang tenang dan damai, hari demi hari.



    Terkadang, ia duduk di depan papan shougi, dan bermain melawan dirinya sendiri selama berjam-jam. Di hari lain, ia keluar saat matahari terbit dan mendaki bukit, berbaring di puncaknya dan memandang awan hingga langit memerah karena matahari terbenam. Shikamaru sangat menikmati hari-harinya.



    Ia bercermin pada dirinya, betapa ia telah berubah.



    Jika itu adalah Shikamaru sebelum ia berangkat ke Negeri Sunyi, maka ia tidak akan tahan menjalani satu minggu tanpa misi atau tugas dari Persatuan Shinobi. Ia akan benar-benar kehilangan akalnya.



    Ia akan terus berpikir ‘bagaimana jika sesuatu yang serius terjadi saat aku tidak ada’ atau ‘bagaimana jika seseorang membuat kesalahan dalam pekerjaan mereka dan tidak ada yang menyadari’. Semua pemikiran konyol dan tak masuk akal. Ia tak akan bisa benar-benar bersantai bahkan untuk satu haripun sebelum ia kembali bekerja.



    Tapi sekarang, Shikamaru bisa bersantai selama mungkin. Sepanjang minggu ini, ia jarang sekali memikirkan pekerjaan yang menunggunya di Persatuan Shinobi, atau misi-misi yang menumpuk, pikirannya tentang itu semua hanya terlintas saat ia akan pergi tidur.



    Rekan-rekannya pasti mampu menangani semuanya dengan baik. Ia kini bisa berpikir seperti itu dan merasa lebih ringan.



    Bukannya ia mengabaikan rasa tanggung jawabnya. Hanya saya, akhirnya ia mengizinkan dirinya untuk bernafas lega dan menenangkan dirinya. Jika sesuatu terjadi dan Shikamaru sangat dibutuhkan, maka Kakashi atau Temari pasti akan memberitahunya. Dan ketika saat itu tiba, maka ia akan mengubah dirinya menjadi seorang yang sangat jenius, dan mengerahkan seluruh kemampuannya membantu mereka. Tak ada gunanya jika ia berpikir dengan penuh ketakutan tentang kapan ia akan kembali bekerja setiap detiknya.



    Jika ia menaruh keyakinan pada kemampuan rekan-rekannya, maka ia akan dengan nyaman beristirahat.



    Shikamaru sudah begitu memojokkan dirinya sendiri hingga ia benar-benar melupakan kenyataan itu.



    Dalam minggu istirahatnya, Shikamaru berusaha memperbaiki dirinya sendiri. Ia dengan keras mencoba  untuk mengetahui mengapa ia begitu berbeda setelah perjalanannya ke Negeri Sunyi, hingga itu membuat dirinya tak nyaman.



    Ia menyadari begitu banyak teman yang dimilikinya. Dan ia juga menyadari bahwa ia benar-benar mengabaikan kehadiran mereka. Ia melihat betapa ia tetap bersikeras untuk memikul setiap beban dan tanggung jawab, semua karena pemikiran sempit, keangkuhan, dan rasa bangga yang sepenuhnya salah karena menganggap mereka tak bisa menangani berbagai hal tanpanya.



    Seorang manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri. Tak ada yang begitu cerdas dan hebat untuk menjalani kehidupan mereka sendiri. Itulah mengapa kau memiliki teman, rekan, kawan.



    Pemikiran seperti ‘aku akan memikul semuanya sendirian’ adalah hal yang benar-benar salah.



    Maka adalah hal yang pantas jika Shikamaru pergi ke Negeri Sunyi sehingga ia akhirnya  menyadari hal itu.



    Ketika ia berada di Istana Tahanan Mengambang dan dipengaruhi oleh Gengo, Temari datang dan menyadarkan Shikamaru sehingga ia bisa keluar dari genjutsu itu, begitu juga dari semua keraguan yang menahannya.



    Di tengah badai yang dibuat Temari, Shikamaru dapat menyadari dirinya yang sebenarnya.



    Sejujurnya, Shikamaru merupakan orang yang tidak bertanggung jawab. Ia selalu menganggap semua hal itu merepotkan, dan jika ia bisa memilih, ia akan memilih untuk tidak melakukan apapun. Tidak apa-apa jika ia harus hidup sebagai orang bodoh, dan ia akan bahagia menjalani hari-harinya sebagai pecundang tanpa memedulikan dunia ini.



    Itulah Shikamaru yang sebenarnya.



    Dan jujur, apakah itu tidak apa-apa?



    Karena ia menerima sifatnya yang sebenarnya, dengan perilakunya yang cuek dan tak bertanggung jawab, maka ia dapat membawa dirinya untuk menyelesaikan banyak hal.



    Bagaimanapun, tidak ada orang sepertinya yang dapat mengerti apa yang dirasakan penduduk biasa yang tak memiliki mimpi ataupun ambisi, dan hanya berharap untuk menjalani kehidupan yang damai dan biasa-biasa saja.



    Apa yang salah dengan berharap untuk menjalani kehidupan yang normal? Definisi dari ‘mimpi’ tak hanya terbatas pada sesuatu yang ambisius dan target yang tinggi.



    Hidup di dunia yang penuh dengan peperangan, kehidupan normal adalah sesuatu yang paling sulit diraih.



    Dan itulah mengapa kehadiran Shikamaru memiliki makna.



    Jika dunia menjadi damai, jika dunia dapat menjadi tempat dimana semua orang bisa hidup dengan nyaman, maka tentu saja orang-orang yang menginginkan kehidupan normal dapat melakukan hal itu, satu hari dalam satu waktu.



    Namun sayang, Shikamaru terlahir di dunia yang penuh dengan peperangan. Itulah mengapa ia harus menjalani kehidupannya dengan terburu-buru.



    Jadi, demi mereka yang akan terlahir setelah ini, Shikamaru tentu saja harus mengakhiri perselisihan di dunia ini.



    Itu bukanlah impian yang penuh kesombongan dan keangkuhan seperti impian Gengo. Ia tak memiliki maksud tertentu dibalik itu semua.



    Dunia dimana semua orang bisa hidup dengan nyaman…



    Jadi, jika seseorang yang ingin menciptakan dunia seperti itu memikul segala hal sendirian dan bekerja tanpa henti, bukankah itu merupakan hal yang salah?



    Ia akan bekerja keras dengan cara yang nyaman juga.



    Sikap seperti itulah yang terbaik.



    ⁰ₒ⁰


    “Kau benar-benar bekerja keras.” Ucap Kakashi sembari merapikan tumpukan dokumen di mejanya.



    Shikamaru datang ke kantor Hokage untuk memberikan laporan mengenai Negeri Sunyi, begitu pula karena ia telah kembali bekerja.



    “Laporan Sakura mengenai kondisi terkini di Negeri Sunyi, begitu juga laporan akhir Ino dan yang lainnya sudah memberikanku gambaran dasar mengenai apa yang telah terjadi.” Ucap Kakashi.



    “Aku juga sudah mendengar semua cerita mengenai kerja kerasmu dari Rou dan Soku di rumah sakit.”



    “Kerja keras… Uh…” Shikamaru merasakan sudut alisnya berkedut karena malu.



    Ia awalnya gagal menemukan kebenaran tentang genjutsu Gengo dan terperangkap di dalamnya. Temari datang menyelamatkannya dan akhirnya ia tersadar, namun bahkan setelah itu, ia terus menerima bantuan dari teman-temannya hingga akhir. Tak ada satupun hal yang ia selesaikan sendiri.



    “Tidak masalah jika kau tidak menulis laporan ini saat liburanmu…” Ucap Kakashi, melihat ke tumpukan dokumen di tangannya. Keseluruhannya sekitar 50 lembar halaman.



    Itu adalah laporan yang ditulis Shikamaru.



    Saat ia tak ingin memikirkan tentang misi-misinya atau pekerjaannya di Persatuan Shinobi, Negeri Sunyi merupakan hal yang lain. Menulis laporan seusai misi adalah dasar dari shinobi. Itu adalah hal yang harus ia lakukan, baik saat libur maupun tidak. Disamping itu, menulis laporan merupakan pekerjaan mudah yang bahkan tak menghabiskan waktu satu jam dalam sehari.



    “Tolong baca laporan itu.” Ucap Shikamaru.



    Kakashi menghela nafasnya dan memindahkan dokumen itu ke mejanya, meletakkannya di puncak gunung dokumen yang sudah ada sebelumnya. Tumpukan itu berayun sedikit, dan setelah mengawasinya sebentar, Kakashi mengalihkan pandangannya pada Shikamaru.



    “Kau adalah seseorang yang sangat dibutuhkan di Persatuan Shinobi.” Ucap Kakashi, “Jadi cobalah untuk lebih memperhatikan dirimu sendiri…”



    Seseorang yang sangat dibutuhkan, huh…



    “Itu benar-benar merepotkan.”



    Kata-kata itu keluar dari mulut Shikamaru tanpa disadari. Kakashi memandangi ekspresi wajah Shikamaru sesaat, kemudian tertawa.



    “Aku rasa kau sudah baik-baik saja sekarang.” Ucap Kakashi riang.



    “Yeah.” Shikamaru tersenyum.



    “Kalau begitu sekarang…” Kakashi meletakkan satu tangan di belakang lehernya, memutar lehernya. Tangannya yang lain membuka laci mejanya, dan mengeluarkan seberkas dokumen. Ia memberikannya pada Shikamaru.



    Shikamaru melihat berkas itu. Berkas itu distempel dengan cap merah yang mengindikasikan misi peringkat B, dengan detail misi yang tertulis dengan jelas. Ia akan mendampingi perwakilan Daimyou Negara Api, mengantarkan pesan istimewa untuk Daimyou Negara Petir. Tugas untuk menjadi pengawal, lebih tepatnya.



    Berkat Persatuan Shinobi dan kerjasama antar shinobi saat ini, keamanan publik dengan cepat menguat. Bepergian antar dua negara kini bukanlah hal yang luar biasa seperti dulu. Kenyataannya, perwakilan Daimyou dapat bepergian dengan aman hanya dengan pengawal mereka. Shinobi hanya ditugaskan sebagai pengawal tambahan untuk hal-hal yang tak terduga. Orang yang harus melakukan tugas itu tak harus Shikamaru. Itu merupakan tugas yang semua orang di atas peringkat chuunin dapat lakukan.



    “Itu merupakan misi yang terlalu sederhana bagimu, tapi…”



    “Kakashi-san, bisakah kau berhenti sebentar?” Potong Shikamaru, mengangkat telapak tangan kanannya.



    “Sudah lama kau tidak memanggilku Kakashi-san,” Ucap Kakashi, memandang Shikamaru dengan ekspresi agak terkejut di wajahnya.



    ”Mengejutkan untuk mendengarnya sekarang.”



    “Bersikap kaku, memperhatikan cara bicaraku, dan mengubah-ubah perilakuku agar menjadi ideal…” Shikamaru mengangkat bahu.



    “Aku sudah berhenti melakukan hal-hal seperti itu.”



    “Senang mendengarnya.” Kakashi mengangguk.



    “Jadi, mengenai misi itu, bisakah kau memberikannya pada orang lain?”



    “Kenapa?”



    “A-ah, karena lusa itu…” Shikamaru mengalihkan pandangannya. Pipinya berubah kemerahan.



    Kakashi memandangnya lekat-lekat penuh rasa penasaran, menunggu kelanjutannya.



    “…Aku ada kencan.”



    “Pfff!” Kakashi mendengus tertawa.



    Shikamaru memelototinya.



    “Untuk berpikir bahwa kau menolak sebuah misi untuk berkencan itu sungguh mengejutkan,” Kakashi terkikik,



    “Tapi tentu saja, kau kuizinkan! Pergilah berkencan.”



    “Terima kasih.”



    Kakashi bersandar, menyilangkan tangan dan memejamkan matanya.



    “Musim semi telah datang padamu ya, Shikamaru.” Ucapnya, mengangguk berulang-ulang.



    “Yup, yup.”



    Baiklah, aku menyerah pada impianku tentang kehidupan yang biasa-biasa saja.



    Tapi demi kebaikan, setidaknya biarkan aku menikmati bagian yang menyenangkan ini dalam hidupku dengan damai.



    “Kalau begitu, aku pergi.” Shikamaru dengan cepat memunggungi Kakashi, melangkah menuju pintu keluar.



    “Shikamaru.” Panggil Kakashi agar ia berhenti. Kakashi telah berdiri sekarang.



    “Aku rasa, jika aku bertanya pada dirimu yang sekarang, maka kau akan lebih mengerti daripada sebelumnya. Apa aku boleh bertanya sekali lagi? Menurutmu apa arti menjadi dewasa?”



    Shikamaru menerawang ke langit-langit, mengumpulkan pikirannya. Sebuah jawaban muncul di kepalanya, dan ia membuka mulutnya untuk menjawab dengan penuh kejujuran.



    “Menyerah pada suatu hal, dan menemukan hal lain yang lebih baik, lebih berharga…” Ucap Shikamaru.



    “Perasaan seperti itu, iya kan? Meskipun aku tidak mengerti hal itu sepenuhnya.”



    “Menyerah pada suatu hal, dan menemukan hal yang lebih berharga, huh?” Ulang Kakashi.



    “Yah, meskipun ada orang-orang seperti Naruto yang tidak pernah menyerah pada tujuan hidupnya dan terus berusaha sejak kanak-kanak, kebanyakan orang biasanya menyerah pada tujuan mereka karena tujuan itu tidak bisa mereka penuhi.” Ucap Shikamaru.



    “Namun mereka terus menjalani kehidupan, dan, pada akhirnya, mereka menemukan hal yang bahkan lebih berharga, dan hidup untuk memenuhi tujuan itu. Atau paling tidak, itulah yang aku pikirkan.”



    “Begitu ya…” Kakashi memejamkan matanya lagi, menyilangkan tangannya.



    “Baiklah kalau begitu, aku pergi.” Ucap Shikamaru, berbalik dan berjalan keluar. Dia terlalu malu untuk berada disana lebih lama lagi.



    Ia baru saja menutup pintu di belakangnya, suara ceria Kakashi terdengar sekali lagi.



    “Aku harap kau menikmati kehidupanmu, Shikamaru.”



    Meskipun ia tahu Kakashi tak akan mendengar, ia tetap menjawabnya.



    “Terima kasih banyak.”



    Semua orang terus menjalani kehidupanya, dan waktu terus berjalan, perlahan namun pasti, seperti air mengalir…



    Dia sangat mirip denganku, iya kan?



    Putra kami baru saja terlahir, tapi dia menangis seolah telah melihat semua yang dunia tawarkan padanya.



    “Tidak apa-apa.” Ucapku padanya.



    “Suatu hari nanti, kau akan menyadari bahwa kau belum mengetahui segalanya seperti yang kau kira. Dan ketika saat itu tiba, kau pasti akan memiliki teman-teman yang akan selalu berjalan di sisimu.”



    Bayi itu belum mengerti satu kata pun, tapi dia terus memandangku dengan matanya yang lebar. Mata yang persis seperti ibunya, bercelah panjang dan berbentuk seperti almond.



    “Aku sudah benar-benar tidak bisa mengatakan semuanya merepotkan mulai sekarang, huh…” Ucapku.



    “Kau bisa mengatakannya sedikit.” Ucap Temari padaku.



    “Jika nanti kau tampak tidak baik dan akan berhenti berfungsi, maka aku akan turun tangan dan menerbangkanmu supaya kau tersadar lagi. Jadi, tidak apa-apa.”



    “Aa, kau benar. Kalau begitu…”



    Kita harus memberinya nama apa?



    “Hah…merepotkan.”



    ₒₒₒENDₒₒₒ

    Novel Shikamaru Hiden Chapter 19 [End]

    Posted at  January 18, 2017  |  in    |  Read More»






    –Akhir


    Sudah seminggu sejak Shikamaru meninggalkan Negeri Sunyi. Kakashi memerintahkannya untuk beristirahat dan memulihkan diri dari kelelahan setelah ia ditawan dan bertarung dengan Gengo.



    Luka di dahinya telah disembuhkan oleh Sakura dengan segera, jadi Shikamaru tidak perlu dirawat. Kondisi hatinya juga sudah terasa jauh lebih ringan dibanding sebelum perjalanannya ke Negeri Sunyi. Ia tak benar-benar membutuhkan liburan, namun Kakashi bersikeras, dan ia memenuhinya.



    Chouji dan Ino berangkat menjalani misi yang berbeda segera setelah mereka kembali ke Konoha. Naruto dan Sakura masih menyelesaikan beberapa urusan di Negeri Sunyi. Tentu saja, Shikamaru mengunjungi Mirai di rumah Kurenai-sensei, namun ia berada disana hanya beberapa jam.



    Waktunya ia habiskan sendirian. Ia tak perlu melakukan apapun.



    Sepanjang minggu, tak ada yang mengganggunya.



    Pertama kalinya sejak sekian lama, Shikamaru menjalani kehidupan yang tenang dan damai, hari demi hari.



    Terkadang, ia duduk di depan papan shougi, dan bermain melawan dirinya sendiri selama berjam-jam. Di hari lain, ia keluar saat matahari terbit dan mendaki bukit, berbaring di puncaknya dan memandang awan hingga langit memerah karena matahari terbenam. Shikamaru sangat menikmati hari-harinya.



    Ia bercermin pada dirinya, betapa ia telah berubah.



    Jika itu adalah Shikamaru sebelum ia berangkat ke Negeri Sunyi, maka ia tidak akan tahan menjalani satu minggu tanpa misi atau tugas dari Persatuan Shinobi. Ia akan benar-benar kehilangan akalnya.



    Ia akan terus berpikir ‘bagaimana jika sesuatu yang serius terjadi saat aku tidak ada’ atau ‘bagaimana jika seseorang membuat kesalahan dalam pekerjaan mereka dan tidak ada yang menyadari’. Semua pemikiran konyol dan tak masuk akal. Ia tak akan bisa benar-benar bersantai bahkan untuk satu haripun sebelum ia kembali bekerja.



    Tapi sekarang, Shikamaru bisa bersantai selama mungkin. Sepanjang minggu ini, ia jarang sekali memikirkan pekerjaan yang menunggunya di Persatuan Shinobi, atau misi-misi yang menumpuk, pikirannya tentang itu semua hanya terlintas saat ia akan pergi tidur.



    Rekan-rekannya pasti mampu menangani semuanya dengan baik. Ia kini bisa berpikir seperti itu dan merasa lebih ringan.



    Bukannya ia mengabaikan rasa tanggung jawabnya. Hanya saya, akhirnya ia mengizinkan dirinya untuk bernafas lega dan menenangkan dirinya. Jika sesuatu terjadi dan Shikamaru sangat dibutuhkan, maka Kakashi atau Temari pasti akan memberitahunya. Dan ketika saat itu tiba, maka ia akan mengubah dirinya menjadi seorang yang sangat jenius, dan mengerahkan seluruh kemampuannya membantu mereka. Tak ada gunanya jika ia berpikir dengan penuh ketakutan tentang kapan ia akan kembali bekerja setiap detiknya.



    Jika ia menaruh keyakinan pada kemampuan rekan-rekannya, maka ia akan dengan nyaman beristirahat.



    Shikamaru sudah begitu memojokkan dirinya sendiri hingga ia benar-benar melupakan kenyataan itu.



    Dalam minggu istirahatnya, Shikamaru berusaha memperbaiki dirinya sendiri. Ia dengan keras mencoba  untuk mengetahui mengapa ia begitu berbeda setelah perjalanannya ke Negeri Sunyi, hingga itu membuat dirinya tak nyaman.



    Ia menyadari begitu banyak teman yang dimilikinya. Dan ia juga menyadari bahwa ia benar-benar mengabaikan kehadiran mereka. Ia melihat betapa ia tetap bersikeras untuk memikul setiap beban dan tanggung jawab, semua karena pemikiran sempit, keangkuhan, dan rasa bangga yang sepenuhnya salah karena menganggap mereka tak bisa menangani berbagai hal tanpanya.



    Seorang manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri. Tak ada yang begitu cerdas dan hebat untuk menjalani kehidupan mereka sendiri. Itulah mengapa kau memiliki teman, rekan, kawan.



    Pemikiran seperti ‘aku akan memikul semuanya sendirian’ adalah hal yang benar-benar salah.



    Maka adalah hal yang pantas jika Shikamaru pergi ke Negeri Sunyi sehingga ia akhirnya  menyadari hal itu.



    Ketika ia berada di Istana Tahanan Mengambang dan dipengaruhi oleh Gengo, Temari datang dan menyadarkan Shikamaru sehingga ia bisa keluar dari genjutsu itu, begitu juga dari semua keraguan yang menahannya.



    Di tengah badai yang dibuat Temari, Shikamaru dapat menyadari dirinya yang sebenarnya.



    Sejujurnya, Shikamaru merupakan orang yang tidak bertanggung jawab. Ia selalu menganggap semua hal itu merepotkan, dan jika ia bisa memilih, ia akan memilih untuk tidak melakukan apapun. Tidak apa-apa jika ia harus hidup sebagai orang bodoh, dan ia akan bahagia menjalani hari-harinya sebagai pecundang tanpa memedulikan dunia ini.



    Itulah Shikamaru yang sebenarnya.



    Dan jujur, apakah itu tidak apa-apa?



    Karena ia menerima sifatnya yang sebenarnya, dengan perilakunya yang cuek dan tak bertanggung jawab, maka ia dapat membawa dirinya untuk menyelesaikan banyak hal.



    Bagaimanapun, tidak ada orang sepertinya yang dapat mengerti apa yang dirasakan penduduk biasa yang tak memiliki mimpi ataupun ambisi, dan hanya berharap untuk menjalani kehidupan yang damai dan biasa-biasa saja.



    Apa yang salah dengan berharap untuk menjalani kehidupan yang normal? Definisi dari ‘mimpi’ tak hanya terbatas pada sesuatu yang ambisius dan target yang tinggi.



    Hidup di dunia yang penuh dengan peperangan, kehidupan normal adalah sesuatu yang paling sulit diraih.



    Dan itulah mengapa kehadiran Shikamaru memiliki makna.



    Jika dunia menjadi damai, jika dunia dapat menjadi tempat dimana semua orang bisa hidup dengan nyaman, maka tentu saja orang-orang yang menginginkan kehidupan normal dapat melakukan hal itu, satu hari dalam satu waktu.



    Namun sayang, Shikamaru terlahir di dunia yang penuh dengan peperangan. Itulah mengapa ia harus menjalani kehidupannya dengan terburu-buru.



    Jadi, demi mereka yang akan terlahir setelah ini, Shikamaru tentu saja harus mengakhiri perselisihan di dunia ini.



    Itu bukanlah impian yang penuh kesombongan dan keangkuhan seperti impian Gengo. Ia tak memiliki maksud tertentu dibalik itu semua.



    Dunia dimana semua orang bisa hidup dengan nyaman…



    Jadi, jika seseorang yang ingin menciptakan dunia seperti itu memikul segala hal sendirian dan bekerja tanpa henti, bukankah itu merupakan hal yang salah?



    Ia akan bekerja keras dengan cara yang nyaman juga.



    Sikap seperti itulah yang terbaik.



    ⁰ₒ⁰


    “Kau benar-benar bekerja keras.” Ucap Kakashi sembari merapikan tumpukan dokumen di mejanya.



    Shikamaru datang ke kantor Hokage untuk memberikan laporan mengenai Negeri Sunyi, begitu pula karena ia telah kembali bekerja.



    “Laporan Sakura mengenai kondisi terkini di Negeri Sunyi, begitu juga laporan akhir Ino dan yang lainnya sudah memberikanku gambaran dasar mengenai apa yang telah terjadi.” Ucap Kakashi.



    “Aku juga sudah mendengar semua cerita mengenai kerja kerasmu dari Rou dan Soku di rumah sakit.”



    “Kerja keras… Uh…” Shikamaru merasakan sudut alisnya berkedut karena malu.



    Ia awalnya gagal menemukan kebenaran tentang genjutsu Gengo dan terperangkap di dalamnya. Temari datang menyelamatkannya dan akhirnya ia tersadar, namun bahkan setelah itu, ia terus menerima bantuan dari teman-temannya hingga akhir. Tak ada satupun hal yang ia selesaikan sendiri.



    “Tidak masalah jika kau tidak menulis laporan ini saat liburanmu…” Ucap Kakashi, melihat ke tumpukan dokumen di tangannya. Keseluruhannya sekitar 50 lembar halaman.



    Itu adalah laporan yang ditulis Shikamaru.



    Saat ia tak ingin memikirkan tentang misi-misinya atau pekerjaannya di Persatuan Shinobi, Negeri Sunyi merupakan hal yang lain. Menulis laporan seusai misi adalah dasar dari shinobi. Itu adalah hal yang harus ia lakukan, baik saat libur maupun tidak. Disamping itu, menulis laporan merupakan pekerjaan mudah yang bahkan tak menghabiskan waktu satu jam dalam sehari.



    “Tolong baca laporan itu.” Ucap Shikamaru.



    Kakashi menghela nafasnya dan memindahkan dokumen itu ke mejanya, meletakkannya di puncak gunung dokumen yang sudah ada sebelumnya. Tumpukan itu berayun sedikit, dan setelah mengawasinya sebentar, Kakashi mengalihkan pandangannya pada Shikamaru.



    “Kau adalah seseorang yang sangat dibutuhkan di Persatuan Shinobi.” Ucap Kakashi, “Jadi cobalah untuk lebih memperhatikan dirimu sendiri…”



    Seseorang yang sangat dibutuhkan, huh…



    “Itu benar-benar merepotkan.”



    Kata-kata itu keluar dari mulut Shikamaru tanpa disadari. Kakashi memandangi ekspresi wajah Shikamaru sesaat, kemudian tertawa.



    “Aku rasa kau sudah baik-baik saja sekarang.” Ucap Kakashi riang.



    “Yeah.” Shikamaru tersenyum.



    “Kalau begitu sekarang…” Kakashi meletakkan satu tangan di belakang lehernya, memutar lehernya. Tangannya yang lain membuka laci mejanya, dan mengeluarkan seberkas dokumen. Ia memberikannya pada Shikamaru.



    Shikamaru melihat berkas itu. Berkas itu distempel dengan cap merah yang mengindikasikan misi peringkat B, dengan detail misi yang tertulis dengan jelas. Ia akan mendampingi perwakilan Daimyou Negara Api, mengantarkan pesan istimewa untuk Daimyou Negara Petir. Tugas untuk menjadi pengawal, lebih tepatnya.



    Berkat Persatuan Shinobi dan kerjasama antar shinobi saat ini, keamanan publik dengan cepat menguat. Bepergian antar dua negara kini bukanlah hal yang luar biasa seperti dulu. Kenyataannya, perwakilan Daimyou dapat bepergian dengan aman hanya dengan pengawal mereka. Shinobi hanya ditugaskan sebagai pengawal tambahan untuk hal-hal yang tak terduga. Orang yang harus melakukan tugas itu tak harus Shikamaru. Itu merupakan tugas yang semua orang di atas peringkat chuunin dapat lakukan.



    “Itu merupakan misi yang terlalu sederhana bagimu, tapi…”



    “Kakashi-san, bisakah kau berhenti sebentar?” Potong Shikamaru, mengangkat telapak tangan kanannya.



    “Sudah lama kau tidak memanggilku Kakashi-san,” Ucap Kakashi, memandang Shikamaru dengan ekspresi agak terkejut di wajahnya.



    ”Mengejutkan untuk mendengarnya sekarang.”



    “Bersikap kaku, memperhatikan cara bicaraku, dan mengubah-ubah perilakuku agar menjadi ideal…” Shikamaru mengangkat bahu.



    “Aku sudah berhenti melakukan hal-hal seperti itu.”



    “Senang mendengarnya.” Kakashi mengangguk.



    “Jadi, mengenai misi itu, bisakah kau memberikannya pada orang lain?”



    “Kenapa?”



    “A-ah, karena lusa itu…” Shikamaru mengalihkan pandangannya. Pipinya berubah kemerahan.



    Kakashi memandangnya lekat-lekat penuh rasa penasaran, menunggu kelanjutannya.



    “…Aku ada kencan.”



    “Pfff!” Kakashi mendengus tertawa.



    Shikamaru memelototinya.



    “Untuk berpikir bahwa kau menolak sebuah misi untuk berkencan itu sungguh mengejutkan,” Kakashi terkikik,



    “Tapi tentu saja, kau kuizinkan! Pergilah berkencan.”



    “Terima kasih.”



    Kakashi bersandar, menyilangkan tangan dan memejamkan matanya.



    “Musim semi telah datang padamu ya, Shikamaru.” Ucapnya, mengangguk berulang-ulang.



    “Yup, yup.”



    Baiklah, aku menyerah pada impianku tentang kehidupan yang biasa-biasa saja.



    Tapi demi kebaikan, setidaknya biarkan aku menikmati bagian yang menyenangkan ini dalam hidupku dengan damai.



    “Kalau begitu, aku pergi.” Shikamaru dengan cepat memunggungi Kakashi, melangkah menuju pintu keluar.



    “Shikamaru.” Panggil Kakashi agar ia berhenti. Kakashi telah berdiri sekarang.



    “Aku rasa, jika aku bertanya pada dirimu yang sekarang, maka kau akan lebih mengerti daripada sebelumnya. Apa aku boleh bertanya sekali lagi? Menurutmu apa arti menjadi dewasa?”



    Shikamaru menerawang ke langit-langit, mengumpulkan pikirannya. Sebuah jawaban muncul di kepalanya, dan ia membuka mulutnya untuk menjawab dengan penuh kejujuran.



    “Menyerah pada suatu hal, dan menemukan hal lain yang lebih baik, lebih berharga…” Ucap Shikamaru.



    “Perasaan seperti itu, iya kan? Meskipun aku tidak mengerti hal itu sepenuhnya.”



    “Menyerah pada suatu hal, dan menemukan hal yang lebih berharga, huh?” Ulang Kakashi.



    “Yah, meskipun ada orang-orang seperti Naruto yang tidak pernah menyerah pada tujuan hidupnya dan terus berusaha sejak kanak-kanak, kebanyakan orang biasanya menyerah pada tujuan mereka karena tujuan itu tidak bisa mereka penuhi.” Ucap Shikamaru.



    “Namun mereka terus menjalani kehidupan, dan, pada akhirnya, mereka menemukan hal yang bahkan lebih berharga, dan hidup untuk memenuhi tujuan itu. Atau paling tidak, itulah yang aku pikirkan.”



    “Begitu ya…” Kakashi memejamkan matanya lagi, menyilangkan tangannya.



    “Baiklah kalau begitu, aku pergi.” Ucap Shikamaru, berbalik dan berjalan keluar. Dia terlalu malu untuk berada disana lebih lama lagi.



    Ia baru saja menutup pintu di belakangnya, suara ceria Kakashi terdengar sekali lagi.



    “Aku harap kau menikmati kehidupanmu, Shikamaru.”



    Meskipun ia tahu Kakashi tak akan mendengar, ia tetap menjawabnya.



    “Terima kasih banyak.”



    Semua orang terus menjalani kehidupanya, dan waktu terus berjalan, perlahan namun pasti, seperti air mengalir…



    Dia sangat mirip denganku, iya kan?



    Putra kami baru saja terlahir, tapi dia menangis seolah telah melihat semua yang dunia tawarkan padanya.



    “Tidak apa-apa.” Ucapku padanya.



    “Suatu hari nanti, kau akan menyadari bahwa kau belum mengetahui segalanya seperti yang kau kira. Dan ketika saat itu tiba, kau pasti akan memiliki teman-teman yang akan selalu berjalan di sisimu.”



    Bayi itu belum mengerti satu kata pun, tapi dia terus memandangku dengan matanya yang lebar. Mata yang persis seperti ibunya, bercelah panjang dan berbentuk seperti almond.



    “Aku sudah benar-benar tidak bisa mengatakan semuanya merepotkan mulai sekarang, huh…” Ucapku.



    “Kau bisa mengatakannya sedikit.” Ucap Temari padaku.



    “Jika nanti kau tampak tidak baik dan akan berhenti berfungsi, maka aku akan turun tangan dan menerbangkanmu supaya kau tersadar lagi. Jadi, tidak apa-apa.”



    “Aa, kau benar. Kalau begitu…”



    Kita harus memberinya nama apa?



    “Hah…merepotkan.”



    ₒₒₒENDₒₒₒ

    0 comments:






    Shikamaru berlari menaiki tangga spiral yang sangat, sangat panjang. Matanya terus tertuju pada figur yang berlari di depannya: Gengo. Seluruh Kakusha-nya masih bertarung di bawah aula sana, dan pria yang mereka hormati seperti dewa sedang mencoba melarikan dirinya sendiri.



    Tangga spiral itu terasa aneh dan menyesakkan untuk mereka, dengan dinding batu yang menutupi sisi-sisinya. Kau terus berlari menaikinya, dan menaikinya, dan menaikinya, dan secepatnya kau akan merasa pusing.



    “Bagaimana jika kau mengakhiri ini semua dan menyerah sekarang?”



    Shikamaru balik bertanya pada Gengo. Tanpa mengharapkan jawaban.



    Beberapa jarak di depan Gengo, terdapat sebuah pintu besi. Itu merupakan pintu yang tampak sederhana dan berbentuk aneh, tanpa hiasan ataupun dekorasi. Gengo terus berlari, mencapai dan membuka pintu yang tampak berat itu dengan menariknya tanpa ragu-ragu. Shikamaru hanya menangkap sekilas kegelapan dari dalam ruangan itu sebelum Gengo menghilang ke dalamnya. Pintu tertutup.



    Tangan Shikamaru menggapai pintu yang tertutup itu dan pintu itu berderit terbuka karena sentuhannya.



    'Pasti ada mekanisme tertentu.'



    Shikamaru membuka pintu itu.



    Itu tak ada hubungannya dengan rencana maupun strategi.



    Ia tak memiliki pilihan lain selain terus berjalan.



    Apa yang terdapat di dalam ruangan itu adalah kegelapan yang sebenarnya. Hanya ada satu wujud yang berada dalam keheningan yang gelap itu. Satu orang.



    Tiba-tiba, pintu terbanting tertutup di belakang Shikamaru.



    Karena Gengo berada di dalam ruangan itu bersamanya kemungkinan ada seseorang yang menutup pintu itu- atau, itu merupakan sebuah trik yang dirancang oleh Gengo.



    “Jadi kau masuk dengan sendirinya tanpa keraguan. Tolong katakan padaku bahwa itu bukanlah tindakan yang terlalu berani.” Suara Gengo datang.



    “Kau sadar, kau tak akan bisa melihat atau menangkapku dalam kegelapan seperti ini.”



    “Klan Nara telah memiliki kemampuan manipulasi bayangan dari generasi ke generasi.” Ucap Shikamaru.



    “Kegelapan adalah yang melahirkan bayangan. Dengan begitu, kau bisa mengatakan bahwa kegelapan merupakan induk dari bayangan. Untuk seseorang sepertiku yang hidup berdampingan dengan bayangan, kegelapan di ruangan ini tidak berbeda dengan rangkulan ibuku. Sejak saat kau berada di ruangan ini, kau sudah tertangkap.”



    Shikamaru setengah berbohong.



    Benar jika dia telah terbiasa dengan kegelapan. Namun, hanya karena kau merasa nyaman dalam gelap, bukan berarti kau memiliki penglihatan dalam gelap (night vision). Shikamaru hanya sedikit lebih peka terhadap sesuatu dalam gelap dibanding shinobi yang lain. Hanya itu saja.



    “Menghibur…” Gengo kembali, suaranya penuh dengan kepercayaan diri.



    “Kau benar-benar pria yang menarik. Sayang sekali aku harus membunuhmu disini.”



    Hening…



    Shikamaru dan Gengo sama-sama diam, keduanya mencoba berkonsentrasi pada insting mereka untuk menentukan lokasi yang tepat dari lawannya.



    “Aku sebenarnya adalah shinobi dari Kirigakure.”



    Gengo yang memecah kesunyian. Ia terus berbicara.



    ”Apa kau tahu pria yang dipanggil Momochi Zabuza?”



    Dia tahu. Saat mereka masih genin, Naruto sering menyebutkan nama itu. Momochi Zabuza adalah ninja terampil yang dilawan oleh tim Naruto dalam sebuah misi.



    Gengo melanjutkan.



    “Saat Zabuza mulai berusaha melakukan kudeta di Kirigakure, impiannya adalah untuk mewujudkan dunia idealku.”



    Untuk shinobi yang memerintah dunia …



    “Seorang pengkhianat memberitahukannya pada desa, kudeta itu terkuak. Zabuza menjadi seorang missing-nin. Saat itu, diriku yang masih muda adalah salah satu dari pengikutnya yang ikut diasingkan. Namun kemudian Zabuza, yang membutuhkan emas untuk mewujudkan impiannya, dengan sukarela bergabung dengan seorang pengusaha kaya, mafia palsu, dan mengambil misi-misi keji. Zabuza mengatakan bahwa kami mengotori tangan kami untuk mencapai impian itu, hanya untuk satu tujuan, namun banyak yang meninggalkannya. Aku juga merupakan salah satu yang meninggalkannya. Hampir sepuluh tahun sejak saat itu. Aku akhirnya memperoleh negara ini. Dan baru sekarang…”





    Suara Gengo bergetar penuh emosi.



    “Baru sekarang ambisiku mulai terwujud! Dan tapi, hal seperti ini terjadi karena ulahmu, kau anak ba*****n …!”



    Telinga Shikamaru menangkap sesuatu menghentak ke tanah.



    Terdengar seperti Gengo mengeluarkan sesuatu yang terbuat dari logam, seperti sebuah kunai.



    Ia tak dapat melihat dengan matanya. Ia harus bergantung pada instingnya.



    Namun Shikamaru tak dapat menangkap informasi yang lebih banyak lagi selain fakta bahwa Gengo sedang menuju ke arahnya.



    “Zabuza meninggalkan jalan itu! Dia terlalu gegabah untuk mewujudkan impiannya, dan mengotori tangannya! Tapi aku berbeda! Setelah jalan panjang yang penuh perjuangan, aku akhirnya menguasai jutsuku! Aku membuat puasaran yang meningkatkan semangat orang-orang, dan mengambil alih negara ini. Dan pusaran itu akan meluas, ke seluruh kontinen ini, setiap negara yang ada!” Teriak Gengo.



    Terdengar suara bising dibalik teriakan Gengo. Suara mendesing, memotong ditengah kekosongan…



    Sebuah pisau. Dan terasa sangat besar. Sebuah sabit? Tidak, lebih tipis dari itu. Sesuatu seperti tombak atau pedang yang panjang.



    Posisi Gengo terasa sudah sangat dekat. Shikamaru dapat merasakan benda itu memotong di tengah kekosongan dan menuju lehernya-!



    Ia merosot ke  lantai merunduk dari serangan itu. Shikamaru merasakan hembusan angin yang tajam memotong sepanjang jalur pedang Gengo, menyayat udara di atasnya.



    “Kau menghindarinya dengan baik. Tapi jangan pikir aku akan membiarkanmu!” Teriak Gengo, dan hembusan angin itu berubah arah lagi.



    Shikamaru berguling, duduk dengan satu lutut yang tegak, dan ia dapat merasakan pedang yang panjang mengayun di suatu tempat di atas kepalanya.



    Ia mencoba menerka keberadaan Gengo di kegelapan. Ia menerka panjang pedang dari suara yang dihasilkan saat pedang itu menyayat udara, berusaha mengukur panjang dari ujung ke pegangannya. Dibalik sumbu dari ayunan itu, disanalah Gengo.



    Shikamaru tak dapat menggunakan bayangannya di kegelapan seperti ini. Mustahil mengikat Gengo dengan ninjutsunya.



    Tak ada yang bisa dilakukan selain menggunakan tubuhnya.



    Shikamaru payah dalam taijutsu, ia sudah tak mempunyai senjata lagi. Ia menggerutu pada dirinya sendiri, jika keadaannya akan jadi seperti ini, dia seharusnya akan melakukan yang lebih baik jika belajar taijutsu dari Lee.



    “Heh…”



    Shikamaru mengeluarkan tawa singkatnya, merasa puas karena cara berpikirnya yang biasa telah kembali.



    Ayunan pedang Gengo menyapu ujung rambut Shikamaru.



    “!”



    Menggunakan seluruh konsentrasinya, Shikamaru berguling ke posisi yang ia kalkulasikan kemungkinan Gengo akan berada di sana.



    Pedang yang panjang akan kehilangan keuntungannya saat kau berada pada jarak yang terlalu dekat, jika kau ingin melucuti senjata lawanmu, daripada menghindar, akan jauh lebih efektif jika kau bergerak mendekati lawanmu.



    Jika kau melarikan diri untuk menyelawatkan nyawamu, maka kau akan mati. Namun jika kau menghadapi kemungkinanmu untuk mati, maka kau akan hidup…



    Itu adalah strategi yang sangat mendasar dalam perang.



    Shikamaru mendengar pedang panjang Gengo mengenai lantai di belakangnya. Ia telah berhenti berguling untuk berjongkok, tepat di depan posisi yang ia prediksikan, dan sekarang mendorong kakinya, meluncur dengan kencang.



    “Kena kau!”



    Shikamaru mendengus saat ia merasakan kepalanya berbenturan dengan tubuh Gengo.



    Gengo memekik terkejut dan terjatuh meringkuk. Shikamaru menginjak lutut Gengo yang tertekuk dengan kaki kanannya untuk mendorong, dan menghantam wajah Gengo dengan lutut kirinya.



    Ia melakukannya. Ia sukses mengkalkulasi keberadaan Gengo dengan tepat, hanya dengan menggunakan suara dan kekuatan insting sebagai petunjuk pergerakannya.



    “Gah-”



    Namun meskipun Gengo telah menerima serangan yang hebat, ia belum roboh. Gengo menggunakan seluruh kekuatannya untuk menghentikan tubuhnya agar tak jatuh ke tanah, melimbungkan tubuhnya ke depan. Ia telah melepaskan pedangnya, dan menjangkau sisi Shikamaru dengan tangannya.



    Shikamaru terlempar dengan kuat, terlempar ke udara dan mendarat dengan rasa nyeri yang tajam di tulang belakangnya.



    Tepat saat Shikamaru memperhatikan keadaan sekitarnya yang sangat gelap, ia merasakan Gengo telah bangkit berdiri lagi. Terdengar suara gemerincing, seperti besi yang menggores lantai batu itu.



    Suara itu kemungkinan besar Gengo mengambil kembali pedangnya.



    Seluruh bagian tubuh Shikamaru terasa kebas. Ia mengerjap beberapa kali, tak dapat menggerakkan tubuhnya secepat yang ia inginkan.



    “Di Kirigakure, karena tradisi Tujuh Shinobi Pemegang Pedang, setiap penduduk dituntut untuk menguasai teknik pedang sejak mereka masih kanak-kanak.” Ucap Gengo, mengayunkan pedang panjangnya.



    Targetnya adalah Shikamaru, masih tergeletak tak berdaya di lantai.



    Ia hanya memiliki satu cara untuk mempertahankan dirinya.



    Dan itu merupakan ide yang bodoh.



    Itu merupakan gerakan yang Shikamaru tak pernah impikan untuk melakukannya.



    Tapi ia tak punya pilihan lain untuk menghindari serangan itu.



    “Oh, sialan!”



    Shikamaru mengerang dan mengangkat kedua tangannya. Telapak tangannya menengadah ke udara, menunggu untuk mencoba menangkap pedang tajam di tengah lintasan yang ia perkirakan.



    Shikamaru merasakan besi yang dingin terselip di antara telapak tangannya.



    …ia benar-benar menangkap pedang itu.



    “T-tampaknya aku entah bagaimana berhasil menangkapnya…” Ucap Shikamaru pada dirinya sendiri.



    “Mustahil,” Gengo tergagap, tercengang.



    Tidak semustahil itu, karena hal itu terjadi. Pada akhirnya, telapak tangan Shikamaru telah menangkap pedang Gengo dengan kuat.



    “Baiklah,” komentar Shikamaru,



    “Aku rasa kau dapat menyebut ini sebagai Ninpou (Teknik Ninja)—’Benar-Benar Mencoba Untuk Menangkap Pedang dengan Tangan Kosong’.”



    “Apa ejekanmu tak ada akhirnya?” Suara Gengo terdengar sangat marah.



    Pedang Gengo bergetar di antara telapak tangan Shikamaru saat Gengo meningkatkan kekuatannya, mencoba untuk mendorongnya ke bawah.



    Dalam keadaan ini, semuanya bergantung pada kekuatan otot. Batas kekuatan antara Shikamaru, yang terbaring di lantai dengan kedua tangannya terangkat, dan Gengo, yang berdiri dengan sikap sempurna pemegang pedang di atasnya, sangat jauh berbeda. Gengo mendapatkan keuntungan.



    Pedang panjang itu perlahan terdorong ke bawah.



    “Aku akan membunuhmu disini, kau anak ba*****n.” Gertak Gengo,



    “Dan kemudian aku akan membuat para ba*****n di aula itu mengikuti idealku. Dan aku akan melanjutkan jalan menuju ambisiku.”



    “Oi, oi, sejak kapan kau begitu bermulut kotor?” Tanya Shikamaru.



    “Seseorang yang bahkan tidak menyadari topeng kesopanannya sudah terlepas, tidak mungkin mereka menguasai dunia, iya kan?”



    “Lihatlah situasi kau berada dan perhatikan apa yang kau katakan, kau ba*****n bodoh. Kau adalah orang tolol yang tak bisa berharap untuk memahami potensi orang lain.”



    “Sekarang, aku berpikir,” Shikamaru merenung.



    “Siapa yang meminta si tolol ini menjadi orang kepercayaannya?'



    “Banyak bicara. Kau tak punya apa-apa selain omong kosong.”



    Kekuatan Gengo pada pedang itu meningkat.



    Lengan Shikamaru bergetar karena mencoba untuk menahan pedang itu. Peluh hangat berkumpul di dahinya. Ia mendekati batasnya.



    Dia telah dipojokkan.



    Dan malah, Shikamaru tetap tersenyum.



    “Terkadang,” ucapnya pada Gengo,



    “Ada beberapa hal yang kuat karena mereka kosong.”



    “Aku tak berminat untuk melanjutkan omong kosong ini.”. Ucap Gengo.



    “Dalam waktu yang sangat singkat, kau akan mati.”



    Pedang itu seinchi demi seinchi mendekati dahi Shikamaru.



    “Awan. Aku suka memandang awan.”



    “Diam.”



    “Awan tidak akan pernah tertangkap, bahkan jika seseorang mencoba menangkapnya, karena selama ada angin, mereka akan tertiup. Mereka adalah sesuatu yang licik, tidak berisi wujud apapun.”



    Shikamaru merasakan mata pedang yang dingin itu menyentuh dahinya. Meskipun begitu, ia masih terus berbicara.



    “Namun bahkan sesuatu yang kosong dan licik itu memiliki kegunaan. Mereka bisa membasahi tanah dengan hujan. Mereka dapat menyambar benda-benda dengan petir.”



    “Jadi apa peduliku?” Tanya Gengo.



    “Jadi, aku memberitahumu bahwa hal yang salah untuk terus berpikir bahwa kau harus penuh dengan wujud untuk menjadi sesuatu yang berharga. Meskipun jika didalamnya kau merasa kosong… Meskipun jika kau tak memiliki hati yang tak tergoyahkan. Selama kau memiliki tekad untuk tidak menjadi orang yang jahat, maka kau akan baik-baik saja. Tapi kau bahkan tak tahu itu. B******n bodoh sepertimu yang selalu berpikir bahwa setiap orang harus menjadi yang kau inginkan, kau tidak akan mengerti yang kumaksud meskipun jika kau mati, iya kan?”



    Pedang itu kini telah menyayat kulit dahi Shikamaru, dan darah yang hangat mulai mengalir.



    Justru karena ia masih terus berbicara meskipun berada dalam situasi berbahaya maka kata-kata Shikamaru menangkap perhatian Gengo.



    Gengo teralihkan oleh rasa ingin tahu seorang manusia, dan saat ia berkonsentrasi pada kata-kata Shikamaru, genggaman pada pedangnya melonggar.



    Itulah kesempatan yang telah ditunggu-tunggu oleh Shikamaru.



    Tetap dalam posisi terbaring di lantai, ia menyapukan kakinya dengan keras ke arah dimana kaki Gengo berada.



    Gengo tersandung, dan pedangnya meluncur ke bawah. Shikamaru menggerakkan kepalanya searah dengan daya dorong pedang itu, dan pedang itu meluncur melewati dahi Shikamaru tanpa menyayat kulitnya lebih dalam, terpelanting ke lantai. Shikamaru berguling dari bawah kaki Gengo, bangkit berdiri.



    Ia sudah tak lagi terpojokkan.



    Shikamaru mengizinkan dirinya untuk menghembuskan nafas kecil, sebelum ia berbalik dan menerjang ke arah Gengo, kemudian mengarahkan kaki kanannya ke tempat yang ia prediksi wajah Gengo berada.



    Shikamaru merasakan tendangannya mendarat pada sesuatu yang tebal dan lunak, kemungkinan besar hidung Gengo.



    Gengo terhuyung ke belakang.



    Segera setelah mendarat dari tendangan udaranya, ia melompat sekali lagi, membuat jarak di antaranya dan pedang panjang itu.



    “Jadi, bagaimana rasanya?” Tanya Shikamaru,



    “Sudah merasakan genjutsu dari kata-kataku?”



    “Jangan meremehkanku, bocah nakal…”



    “Oi, oi, jadi aku sudah berubah dari ‘ba*****n’ menjadi ‘bocah nakal’ sekarang?”



    Saat Shikamaru berbicara, ia mendengar suara deritan di belakangnya, seperti logam yang ditarik dengan logam.



    Ruangan itu tiba-tiba dipenuhi oleh cahaya yang menyilaukan.



    “Apa kau baik-baik saja, Shikamaru?!” Suara Chouji.



    Shikamaru melihat dari balik bahunya. Dari garis pandangnya, ia dapat melihat teman-temannya berdiri di pintu masuk ruangan itu.



    Disana ada Chouji dan Ino dan Sakura, dan Roku dan Sou, yang tampak telah terlepas dari genjutsu.



    Dan tentu saja, disana ada Temari.



    Sambil berpikir mengenai apa yang terjadi pada Sai, Shikamaru mengalihkan pandangannya pada Gengo sekali lagi.



    “Persiapkan jutsu-mu, Ino!” Teriaknya.



    Dibelakangnya, Shikamaru membuat sinyal dengan tangannya yang ia tahu Ino akan mengerti. Tim 10 telah bekerjasama selama bertahun-tahun. Komunikasi mereka sangat sempurna.



    “Mengerti!” Balas Ino.



    “Hingga aku memberi sinyal, jangan ada yang membuat pergerakan apapun untuk ikut terlibat.” Ucap Shikamaru.



    Darah yang mengalir dari dahinya menghalangi penglihatannya. Iya menggunakan telapak tangan untuk mengusapnya, dan menggapai bagian dalam rompinya untuk mengambil hitai-ate Konoha-nya yang tersimpan dengan aman di dalam pakaiannya. Ia mengikatnya dengan kuat di sekitar dahinya. Ia tak terlalu khawatir tentang seberapa efektif benda itu dalam menghentikan pendarahannya.



    “Apakah kau bertingkah terlalu tenang?”



    Gengo geram, mengayunkan pedangnya di udara dengan matanya yang merah.



     “Shikamaru!”



    Jari Shikamaru bergerak cepat membuat segel tangan.



    Bayangannya mulai memanjang dari kakinya, menuju ke arah Gengo.



    “Aku bukan orang tolol yang akan tertangkap oleh trik murahanmu,” ucap Gengo, melompat menjauh sebelum bayangan Shikamaru dapat mencapai kakinya.



    Gengo mendarat dan menerjang Shikamaru tanpa jeda, pedangnya terayun dengan kilat untuk memotongnya.



    Shikamaru terbelah menjadi dua dari dahi ke bawah.



    Namun tubuhnya kehilangan warnanya, menjadi hitam, dan kemudian menghilang.



    “Itu hanya kagebunshin.” Geram Gengo.



    Di belakangnya, Shikamaru menuju ke arahnya dengan kunai di tangannya.



    Kunai itu memotong melewati tengkuk Gengo.



    Gengo menghindari serangan itu dengan sangat brilian, contoh yang baik dari pembawaan teknik pedang Kirigakure. Saat Gengo menghindar, ia menggeser tubuhnya, menekuk lututnya dan mengayunkan pedangnya secara horizontal.



    Perut Shikamaru tertembus.



    Namun Shikamaru yang ini juga kehilangan warnanya. Kagebunshin yang lain.



    “Kau anak kurang ajar…” Geram Gengo.



    “Persiapan selesai!” Panggil Ino.



    “Baiklah.”



    Rencana Shikamaru juga telah selesai. Bagian terbesar dari rencana itu bergantung pada kesuksesan aplikasi jutsu Ino.



    Ino berdiri beberapa jarak dari Gengo, kedua tangannya terangkat, telapak tangan terbuka. Kedua ibu jari dan telunjuknya dipertemukan untuk membuat formasi seperti segitiga, dan ia membidik tepat ke arah Gengo.



    “Ninpou, shintenshin no jutsu.”



    Gengo segera melompat ke sisi lain, menghindari bidikan Ino. Melihatnya menghindar, Ino tersenyum pada diri sendiri.



    Dan  dia menggeser telapak tangannya, hanya sedikit, untuk mengarah ke target yang sebenarnya: Shikamaru.'



    Tubuh Shikamaru mengkaku.



    Ia tahu Ino telah memasuki pikirannya.



    Jutsu itu hanya berlangsung sekejap. Dalam hitungan satu tarikan nafas, dan mungkin ditambah satu hembusan nafas, jutsu itu sudah terlepas.



    “Rou, Soku,” Ino memanggil mereka berdua segera setelah ia melepas jutsunya.



    Semuanya berjalan sesuai rencana…



    Shintenshin jutsu yang dapat memasuki hati seseorang juga mampu melakukan satu hal lagi: berbagi informasi.



    Shikamaru mengambil keuntungan itu.



    Rencana yang ia rancang dengan hati-hati di kepalanya telah ditransmisikan pada Ino. Dan Ino mentransmisikannya pada Rou dan Soku.



    Shikamaru telah memutuskan untuk mengalahkan ba*****n ini dengan Rou dan Soku. Mereka bertiga akan melakukannya bersama.



    “Ayo!” Shikamaru memanggil mereka berdua.



    Rou dan Soku mengangguk.



    Shikamaru berlari ke arah Gengo, sedangkan Rou dan Soku berlari ke arah ujung ruangan yang berlawanan, berhenti kemudian menghadap satu sama lain dari posisi pararel mereka.



    “Apapun yang kalian lakukan, semuanya tidak berguna.” Ucap Gengo.



    “Oh ayolah.” Ucap Shikamaru.



    “Ini merupakan pertarungan terakhir kita, jadi nikmati saja.”



    Kunai dan pedang beradu di udara. Terdapat perbedaan yang besar antara massa kedua senjata mereka.



    Shikamaru terdorong mundur karena kekuatan pedang Gengo, terjatuh ke lantai.



    Pedang Gengo menuju ke arahnya, menyayat dadanya.



    Namun itu merupakan kagebunshin yang lain.



    “Berapa lama kau ingin terus bermain?!” Gengo geram, ludah tersembur dari mulutnya.



    Shikamaru menyerang Gengo dari atas, menargetkan kepalanya. Gengo mengayunkan pedangnya lagi ke arahnya. Itu hanyalah bunshin yang lain.



    Dan yang lainnya.



    Dan yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya…



    Pedang Gengo telah membelah dua Shikamaru berkali-kali. Namun tak peduli bagaimana ia menyayat dan mengayun dan membabi-buta, setiap Shikamaru yg diserangnya hanyalah kagebunshin, menghilang seketika setelah mereka terluka.



    “Dimana kau bersembunyi, Shikamaru?!”



    Shikamaru sudah lama menghilang dari pandangan Gengo.



    Tidak, Shikamaru yang sebenarnya, faktanya, berdiri tepat di belakangnya. Tanpa disadari Gengo.



    “Skakmat.” Gumam Shikamaru.



    Gengo menghentakkan kepalanya melihat dari pundaknya, wajahnya kehilangan warnanya (memucat).



    Bagaimanapun, ia sudah terlambat.



    Bayangan Shikamaru telah merayap dari kakinya dan menghubungkannya dengan tubuh Gengo.



    Shikamaru telah membuat kagebunshin yang tak terhitung jumlahnya, dan kemudian jutsu Rou membuat penampilan mereka tampak memiliki chakra yang sangat tebal dan padat.



    Pikiran Gengo secara natural mulai menangkap chakra bunshin itu, dan kemudian, setelah menyerang bunshin demi bunshin, ia secara tak sadar mulai mencari, menghalangi indra lain untuk mengawasi jejak chakra yang spesifik itu.



    Dan kemudian Shikamaru yang sebenarnya jejak chakranya telah dihapus oleh jutsu Rou, dan diam-diam menyelinap ke belakang Gengo.



    Gengo telah diserang tepat dari titik butanya. Hingga Shikamaru telah menguncinya dengan bayangan, pria itu tak sama sekali menyadari apa yang sedang terjadi.



    “SHIKAMARU, KAU B*****AAAAAAAAAAAAAAAAAN!”



    Teriak Gengo, memutar kepalanya memuntahkan kalimat pedasnya pada Shikamaru. Saat menjerit dan kemarahannya memuncak, lidahnya mengeluarkan cairan crimson pekat di dalam mulutnya.



    “Hinoko.” Shikamaru memanggil dengan tenang.



    “Aghhhh!”



    Saat ia mengumpulkan chakranya di jari telunjuknya, gadis itu menjerit hingga hampir memecahkan gendang telinga Shikamaru.



     “Aku terus mengatakan padamu untuk tidak menyebut namaku kau tahuuuuuuuuuuuuu!”



    Mata Shikamaru dengan jelas menangkap cahaya oranye dari kilat chakra Soku melayang ke arah Gengo dan melewati lidahnya.



    “Ga- gaaah?” Gengo membuat suara nafas yang kering.



    “Dia baru saja memotong aliran chakra ke lidahmu.” Ucap Shikamaru.



    “Mulai sekarang, kau terjebak dalam tubuh yang tidak akan membiarkanmu mengeluarkan sepatah kata apapun lagi.”



    Airmata mengalir dari mata Gengo.



    “Aku pasti akan menciptakan dunia tanpa perang, jadi kau harus memaafkanku karena merenggut impianmu.” Ucap Shikamaru, dan memberi sinyal pada Rou.



    Rou, yang tetap tegar setelah mengalami penyiksaan dan genjutsu, datang berlari dengan segera.



    “Tahan dia, dan kawal dia ke Markas Persatuan Shinobi.”



    “Dimengerti, Tuan.” Rou mengangguk, matanya bersinar penuh rasa kagum.



    Shikamaru menggaruk batang hidung menggunakan telunjuknya, mencoba untuk mengabaikan rasa malunya.



    Rou melingkari tangan Gengo dengan berlapis-lapis borgol logam dan segel—borgol khusus yang digunakan oleh Anbu. Shikamaru menarik bayangannya dari Gengo. Pria itu telah ditahan sepenuhnya.



    Shikamaru tiba-tiba menyadari bahwa Soku juga sudah berdiri di belakang Rou.



    “Misi sudah selesai, huh.” Ucap Shikamaru.



    “Tidak berjalan begitu mulus, tapi…”



    Shikamaru tersenyum pada keduanya, dan wajah Rou dan Soku yang kusut seperti ingin menangis saat mereka mengangguk.

    Novel Shikamaru Hiden Chapter 17

    Posted at  January 18, 2017  |  in    |  Read More»






    Shikamaru berlari menaiki tangga spiral yang sangat, sangat panjang. Matanya terus tertuju pada figur yang berlari di depannya: Gengo. Seluruh Kakusha-nya masih bertarung di bawah aula sana, dan pria yang mereka hormati seperti dewa sedang mencoba melarikan dirinya sendiri.



    Tangga spiral itu terasa aneh dan menyesakkan untuk mereka, dengan dinding batu yang menutupi sisi-sisinya. Kau terus berlari menaikinya, dan menaikinya, dan menaikinya, dan secepatnya kau akan merasa pusing.



    “Bagaimana jika kau mengakhiri ini semua dan menyerah sekarang?”



    Shikamaru balik bertanya pada Gengo. Tanpa mengharapkan jawaban.



    Beberapa jarak di depan Gengo, terdapat sebuah pintu besi. Itu merupakan pintu yang tampak sederhana dan berbentuk aneh, tanpa hiasan ataupun dekorasi. Gengo terus berlari, mencapai dan membuka pintu yang tampak berat itu dengan menariknya tanpa ragu-ragu. Shikamaru hanya menangkap sekilas kegelapan dari dalam ruangan itu sebelum Gengo menghilang ke dalamnya. Pintu tertutup.



    Tangan Shikamaru menggapai pintu yang tertutup itu dan pintu itu berderit terbuka karena sentuhannya.



    'Pasti ada mekanisme tertentu.'



    Shikamaru membuka pintu itu.



    Itu tak ada hubungannya dengan rencana maupun strategi.



    Ia tak memiliki pilihan lain selain terus berjalan.



    Apa yang terdapat di dalam ruangan itu adalah kegelapan yang sebenarnya. Hanya ada satu wujud yang berada dalam keheningan yang gelap itu. Satu orang.



    Tiba-tiba, pintu terbanting tertutup di belakang Shikamaru.



    Karena Gengo berada di dalam ruangan itu bersamanya kemungkinan ada seseorang yang menutup pintu itu- atau, itu merupakan sebuah trik yang dirancang oleh Gengo.



    “Jadi kau masuk dengan sendirinya tanpa keraguan. Tolong katakan padaku bahwa itu bukanlah tindakan yang terlalu berani.” Suara Gengo datang.



    “Kau sadar, kau tak akan bisa melihat atau menangkapku dalam kegelapan seperti ini.”



    “Klan Nara telah memiliki kemampuan manipulasi bayangan dari generasi ke generasi.” Ucap Shikamaru.



    “Kegelapan adalah yang melahirkan bayangan. Dengan begitu, kau bisa mengatakan bahwa kegelapan merupakan induk dari bayangan. Untuk seseorang sepertiku yang hidup berdampingan dengan bayangan, kegelapan di ruangan ini tidak berbeda dengan rangkulan ibuku. Sejak saat kau berada di ruangan ini, kau sudah tertangkap.”



    Shikamaru setengah berbohong.



    Benar jika dia telah terbiasa dengan kegelapan. Namun, hanya karena kau merasa nyaman dalam gelap, bukan berarti kau memiliki penglihatan dalam gelap (night vision). Shikamaru hanya sedikit lebih peka terhadap sesuatu dalam gelap dibanding shinobi yang lain. Hanya itu saja.



    “Menghibur…” Gengo kembali, suaranya penuh dengan kepercayaan diri.



    “Kau benar-benar pria yang menarik. Sayang sekali aku harus membunuhmu disini.”



    Hening…



    Shikamaru dan Gengo sama-sama diam, keduanya mencoba berkonsentrasi pada insting mereka untuk menentukan lokasi yang tepat dari lawannya.



    “Aku sebenarnya adalah shinobi dari Kirigakure.”



    Gengo yang memecah kesunyian. Ia terus berbicara.



    ”Apa kau tahu pria yang dipanggil Momochi Zabuza?”



    Dia tahu. Saat mereka masih genin, Naruto sering menyebutkan nama itu. Momochi Zabuza adalah ninja terampil yang dilawan oleh tim Naruto dalam sebuah misi.



    Gengo melanjutkan.



    “Saat Zabuza mulai berusaha melakukan kudeta di Kirigakure, impiannya adalah untuk mewujudkan dunia idealku.”



    Untuk shinobi yang memerintah dunia …



    “Seorang pengkhianat memberitahukannya pada desa, kudeta itu terkuak. Zabuza menjadi seorang missing-nin. Saat itu, diriku yang masih muda adalah salah satu dari pengikutnya yang ikut diasingkan. Namun kemudian Zabuza, yang membutuhkan emas untuk mewujudkan impiannya, dengan sukarela bergabung dengan seorang pengusaha kaya, mafia palsu, dan mengambil misi-misi keji. Zabuza mengatakan bahwa kami mengotori tangan kami untuk mencapai impian itu, hanya untuk satu tujuan, namun banyak yang meninggalkannya. Aku juga merupakan salah satu yang meninggalkannya. Hampir sepuluh tahun sejak saat itu. Aku akhirnya memperoleh negara ini. Dan baru sekarang…”





    Suara Gengo bergetar penuh emosi.



    “Baru sekarang ambisiku mulai terwujud! Dan tapi, hal seperti ini terjadi karena ulahmu, kau anak ba*****n …!”



    Telinga Shikamaru menangkap sesuatu menghentak ke tanah.



    Terdengar seperti Gengo mengeluarkan sesuatu yang terbuat dari logam, seperti sebuah kunai.



    Ia tak dapat melihat dengan matanya. Ia harus bergantung pada instingnya.



    Namun Shikamaru tak dapat menangkap informasi yang lebih banyak lagi selain fakta bahwa Gengo sedang menuju ke arahnya.



    “Zabuza meninggalkan jalan itu! Dia terlalu gegabah untuk mewujudkan impiannya, dan mengotori tangannya! Tapi aku berbeda! Setelah jalan panjang yang penuh perjuangan, aku akhirnya menguasai jutsuku! Aku membuat puasaran yang meningkatkan semangat orang-orang, dan mengambil alih negara ini. Dan pusaran itu akan meluas, ke seluruh kontinen ini, setiap negara yang ada!” Teriak Gengo.



    Terdengar suara bising dibalik teriakan Gengo. Suara mendesing, memotong ditengah kekosongan…



    Sebuah pisau. Dan terasa sangat besar. Sebuah sabit? Tidak, lebih tipis dari itu. Sesuatu seperti tombak atau pedang yang panjang.



    Posisi Gengo terasa sudah sangat dekat. Shikamaru dapat merasakan benda itu memotong di tengah kekosongan dan menuju lehernya-!



    Ia merosot ke  lantai merunduk dari serangan itu. Shikamaru merasakan hembusan angin yang tajam memotong sepanjang jalur pedang Gengo, menyayat udara di atasnya.



    “Kau menghindarinya dengan baik. Tapi jangan pikir aku akan membiarkanmu!” Teriak Gengo, dan hembusan angin itu berubah arah lagi.



    Shikamaru berguling, duduk dengan satu lutut yang tegak, dan ia dapat merasakan pedang yang panjang mengayun di suatu tempat di atas kepalanya.



    Ia mencoba menerka keberadaan Gengo di kegelapan. Ia menerka panjang pedang dari suara yang dihasilkan saat pedang itu menyayat udara, berusaha mengukur panjang dari ujung ke pegangannya. Dibalik sumbu dari ayunan itu, disanalah Gengo.



    Shikamaru tak dapat menggunakan bayangannya di kegelapan seperti ini. Mustahil mengikat Gengo dengan ninjutsunya.



    Tak ada yang bisa dilakukan selain menggunakan tubuhnya.



    Shikamaru payah dalam taijutsu, ia sudah tak mempunyai senjata lagi. Ia menggerutu pada dirinya sendiri, jika keadaannya akan jadi seperti ini, dia seharusnya akan melakukan yang lebih baik jika belajar taijutsu dari Lee.



    “Heh…”



    Shikamaru mengeluarkan tawa singkatnya, merasa puas karena cara berpikirnya yang biasa telah kembali.



    Ayunan pedang Gengo menyapu ujung rambut Shikamaru.



    “!”



    Menggunakan seluruh konsentrasinya, Shikamaru berguling ke posisi yang ia kalkulasikan kemungkinan Gengo akan berada di sana.



    Pedang yang panjang akan kehilangan keuntungannya saat kau berada pada jarak yang terlalu dekat, jika kau ingin melucuti senjata lawanmu, daripada menghindar, akan jauh lebih efektif jika kau bergerak mendekati lawanmu.



    Jika kau melarikan diri untuk menyelawatkan nyawamu, maka kau akan mati. Namun jika kau menghadapi kemungkinanmu untuk mati, maka kau akan hidup…



    Itu adalah strategi yang sangat mendasar dalam perang.



    Shikamaru mendengar pedang panjang Gengo mengenai lantai di belakangnya. Ia telah berhenti berguling untuk berjongkok, tepat di depan posisi yang ia prediksikan, dan sekarang mendorong kakinya, meluncur dengan kencang.



    “Kena kau!”



    Shikamaru mendengus saat ia merasakan kepalanya berbenturan dengan tubuh Gengo.



    Gengo memekik terkejut dan terjatuh meringkuk. Shikamaru menginjak lutut Gengo yang tertekuk dengan kaki kanannya untuk mendorong, dan menghantam wajah Gengo dengan lutut kirinya.



    Ia melakukannya. Ia sukses mengkalkulasi keberadaan Gengo dengan tepat, hanya dengan menggunakan suara dan kekuatan insting sebagai petunjuk pergerakannya.



    “Gah-”



    Namun meskipun Gengo telah menerima serangan yang hebat, ia belum roboh. Gengo menggunakan seluruh kekuatannya untuk menghentikan tubuhnya agar tak jatuh ke tanah, melimbungkan tubuhnya ke depan. Ia telah melepaskan pedangnya, dan menjangkau sisi Shikamaru dengan tangannya.



    Shikamaru terlempar dengan kuat, terlempar ke udara dan mendarat dengan rasa nyeri yang tajam di tulang belakangnya.



    Tepat saat Shikamaru memperhatikan keadaan sekitarnya yang sangat gelap, ia merasakan Gengo telah bangkit berdiri lagi. Terdengar suara gemerincing, seperti besi yang menggores lantai batu itu.



    Suara itu kemungkinan besar Gengo mengambil kembali pedangnya.



    Seluruh bagian tubuh Shikamaru terasa kebas. Ia mengerjap beberapa kali, tak dapat menggerakkan tubuhnya secepat yang ia inginkan.



    “Di Kirigakure, karena tradisi Tujuh Shinobi Pemegang Pedang, setiap penduduk dituntut untuk menguasai teknik pedang sejak mereka masih kanak-kanak.” Ucap Gengo, mengayunkan pedang panjangnya.



    Targetnya adalah Shikamaru, masih tergeletak tak berdaya di lantai.



    Ia hanya memiliki satu cara untuk mempertahankan dirinya.



    Dan itu merupakan ide yang bodoh.



    Itu merupakan gerakan yang Shikamaru tak pernah impikan untuk melakukannya.



    Tapi ia tak punya pilihan lain untuk menghindari serangan itu.



    “Oh, sialan!”



    Shikamaru mengerang dan mengangkat kedua tangannya. Telapak tangannya menengadah ke udara, menunggu untuk mencoba menangkap pedang tajam di tengah lintasan yang ia perkirakan.



    Shikamaru merasakan besi yang dingin terselip di antara telapak tangannya.



    …ia benar-benar menangkap pedang itu.



    “T-tampaknya aku entah bagaimana berhasil menangkapnya…” Ucap Shikamaru pada dirinya sendiri.



    “Mustahil,” Gengo tergagap, tercengang.



    Tidak semustahil itu, karena hal itu terjadi. Pada akhirnya, telapak tangan Shikamaru telah menangkap pedang Gengo dengan kuat.



    “Baiklah,” komentar Shikamaru,



    “Aku rasa kau dapat menyebut ini sebagai Ninpou (Teknik Ninja)—’Benar-Benar Mencoba Untuk Menangkap Pedang dengan Tangan Kosong’.”



    “Apa ejekanmu tak ada akhirnya?” Suara Gengo terdengar sangat marah.



    Pedang Gengo bergetar di antara telapak tangan Shikamaru saat Gengo meningkatkan kekuatannya, mencoba untuk mendorongnya ke bawah.



    Dalam keadaan ini, semuanya bergantung pada kekuatan otot. Batas kekuatan antara Shikamaru, yang terbaring di lantai dengan kedua tangannya terangkat, dan Gengo, yang berdiri dengan sikap sempurna pemegang pedang di atasnya, sangat jauh berbeda. Gengo mendapatkan keuntungan.



    Pedang panjang itu perlahan terdorong ke bawah.



    “Aku akan membunuhmu disini, kau anak ba*****n.” Gertak Gengo,



    “Dan kemudian aku akan membuat para ba*****n di aula itu mengikuti idealku. Dan aku akan melanjutkan jalan menuju ambisiku.”



    “Oi, oi, sejak kapan kau begitu bermulut kotor?” Tanya Shikamaru.



    “Seseorang yang bahkan tidak menyadari topeng kesopanannya sudah terlepas, tidak mungkin mereka menguasai dunia, iya kan?”



    “Lihatlah situasi kau berada dan perhatikan apa yang kau katakan, kau ba*****n bodoh. Kau adalah orang tolol yang tak bisa berharap untuk memahami potensi orang lain.”



    “Sekarang, aku berpikir,” Shikamaru merenung.



    “Siapa yang meminta si tolol ini menjadi orang kepercayaannya?'



    “Banyak bicara. Kau tak punya apa-apa selain omong kosong.”



    Kekuatan Gengo pada pedang itu meningkat.



    Lengan Shikamaru bergetar karena mencoba untuk menahan pedang itu. Peluh hangat berkumpul di dahinya. Ia mendekati batasnya.



    Dia telah dipojokkan.



    Dan malah, Shikamaru tetap tersenyum.



    “Terkadang,” ucapnya pada Gengo,



    “Ada beberapa hal yang kuat karena mereka kosong.”



    “Aku tak berminat untuk melanjutkan omong kosong ini.”. Ucap Gengo.



    “Dalam waktu yang sangat singkat, kau akan mati.”



    Pedang itu seinchi demi seinchi mendekati dahi Shikamaru.



    “Awan. Aku suka memandang awan.”



    “Diam.”



    “Awan tidak akan pernah tertangkap, bahkan jika seseorang mencoba menangkapnya, karena selama ada angin, mereka akan tertiup. Mereka adalah sesuatu yang licik, tidak berisi wujud apapun.”



    Shikamaru merasakan mata pedang yang dingin itu menyentuh dahinya. Meskipun begitu, ia masih terus berbicara.



    “Namun bahkan sesuatu yang kosong dan licik itu memiliki kegunaan. Mereka bisa membasahi tanah dengan hujan. Mereka dapat menyambar benda-benda dengan petir.”



    “Jadi apa peduliku?” Tanya Gengo.



    “Jadi, aku memberitahumu bahwa hal yang salah untuk terus berpikir bahwa kau harus penuh dengan wujud untuk menjadi sesuatu yang berharga. Meskipun jika didalamnya kau merasa kosong… Meskipun jika kau tak memiliki hati yang tak tergoyahkan. Selama kau memiliki tekad untuk tidak menjadi orang yang jahat, maka kau akan baik-baik saja. Tapi kau bahkan tak tahu itu. B******n bodoh sepertimu yang selalu berpikir bahwa setiap orang harus menjadi yang kau inginkan, kau tidak akan mengerti yang kumaksud meskipun jika kau mati, iya kan?”



    Pedang itu kini telah menyayat kulit dahi Shikamaru, dan darah yang hangat mulai mengalir.



    Justru karena ia masih terus berbicara meskipun berada dalam situasi berbahaya maka kata-kata Shikamaru menangkap perhatian Gengo.



    Gengo teralihkan oleh rasa ingin tahu seorang manusia, dan saat ia berkonsentrasi pada kata-kata Shikamaru, genggaman pada pedangnya melonggar.



    Itulah kesempatan yang telah ditunggu-tunggu oleh Shikamaru.



    Tetap dalam posisi terbaring di lantai, ia menyapukan kakinya dengan keras ke arah dimana kaki Gengo berada.



    Gengo tersandung, dan pedangnya meluncur ke bawah. Shikamaru menggerakkan kepalanya searah dengan daya dorong pedang itu, dan pedang itu meluncur melewati dahi Shikamaru tanpa menyayat kulitnya lebih dalam, terpelanting ke lantai. Shikamaru berguling dari bawah kaki Gengo, bangkit berdiri.



    Ia sudah tak lagi terpojokkan.



    Shikamaru mengizinkan dirinya untuk menghembuskan nafas kecil, sebelum ia berbalik dan menerjang ke arah Gengo, kemudian mengarahkan kaki kanannya ke tempat yang ia prediksi wajah Gengo berada.



    Shikamaru merasakan tendangannya mendarat pada sesuatu yang tebal dan lunak, kemungkinan besar hidung Gengo.



    Gengo terhuyung ke belakang.



    Segera setelah mendarat dari tendangan udaranya, ia melompat sekali lagi, membuat jarak di antaranya dan pedang panjang itu.



    “Jadi, bagaimana rasanya?” Tanya Shikamaru,



    “Sudah merasakan genjutsu dari kata-kataku?”



    “Jangan meremehkanku, bocah nakal…”



    “Oi, oi, jadi aku sudah berubah dari ‘ba*****n’ menjadi ‘bocah nakal’ sekarang?”



    Saat Shikamaru berbicara, ia mendengar suara deritan di belakangnya, seperti logam yang ditarik dengan logam.



    Ruangan itu tiba-tiba dipenuhi oleh cahaya yang menyilaukan.



    “Apa kau baik-baik saja, Shikamaru?!” Suara Chouji.



    Shikamaru melihat dari balik bahunya. Dari garis pandangnya, ia dapat melihat teman-temannya berdiri di pintu masuk ruangan itu.



    Disana ada Chouji dan Ino dan Sakura, dan Roku dan Sou, yang tampak telah terlepas dari genjutsu.



    Dan tentu saja, disana ada Temari.



    Sambil berpikir mengenai apa yang terjadi pada Sai, Shikamaru mengalihkan pandangannya pada Gengo sekali lagi.



    “Persiapkan jutsu-mu, Ino!” Teriaknya.



    Dibelakangnya, Shikamaru membuat sinyal dengan tangannya yang ia tahu Ino akan mengerti. Tim 10 telah bekerjasama selama bertahun-tahun. Komunikasi mereka sangat sempurna.



    “Mengerti!” Balas Ino.



    “Hingga aku memberi sinyal, jangan ada yang membuat pergerakan apapun untuk ikut terlibat.” Ucap Shikamaru.



    Darah yang mengalir dari dahinya menghalangi penglihatannya. Iya menggunakan telapak tangan untuk mengusapnya, dan menggapai bagian dalam rompinya untuk mengambil hitai-ate Konoha-nya yang tersimpan dengan aman di dalam pakaiannya. Ia mengikatnya dengan kuat di sekitar dahinya. Ia tak terlalu khawatir tentang seberapa efektif benda itu dalam menghentikan pendarahannya.



    “Apakah kau bertingkah terlalu tenang?”



    Gengo geram, mengayunkan pedangnya di udara dengan matanya yang merah.



     “Shikamaru!”



    Jari Shikamaru bergerak cepat membuat segel tangan.



    Bayangannya mulai memanjang dari kakinya, menuju ke arah Gengo.



    “Aku bukan orang tolol yang akan tertangkap oleh trik murahanmu,” ucap Gengo, melompat menjauh sebelum bayangan Shikamaru dapat mencapai kakinya.



    Gengo mendarat dan menerjang Shikamaru tanpa jeda, pedangnya terayun dengan kilat untuk memotongnya.



    Shikamaru terbelah menjadi dua dari dahi ke bawah.



    Namun tubuhnya kehilangan warnanya, menjadi hitam, dan kemudian menghilang.



    “Itu hanya kagebunshin.” Geram Gengo.



    Di belakangnya, Shikamaru menuju ke arahnya dengan kunai di tangannya.



    Kunai itu memotong melewati tengkuk Gengo.



    Gengo menghindari serangan itu dengan sangat brilian, contoh yang baik dari pembawaan teknik pedang Kirigakure. Saat Gengo menghindar, ia menggeser tubuhnya, menekuk lututnya dan mengayunkan pedangnya secara horizontal.



    Perut Shikamaru tertembus.



    Namun Shikamaru yang ini juga kehilangan warnanya. Kagebunshin yang lain.



    “Kau anak kurang ajar…” Geram Gengo.



    “Persiapan selesai!” Panggil Ino.



    “Baiklah.”



    Rencana Shikamaru juga telah selesai. Bagian terbesar dari rencana itu bergantung pada kesuksesan aplikasi jutsu Ino.



    Ino berdiri beberapa jarak dari Gengo, kedua tangannya terangkat, telapak tangan terbuka. Kedua ibu jari dan telunjuknya dipertemukan untuk membuat formasi seperti segitiga, dan ia membidik tepat ke arah Gengo.



    “Ninpou, shintenshin no jutsu.”



    Gengo segera melompat ke sisi lain, menghindari bidikan Ino. Melihatnya menghindar, Ino tersenyum pada diri sendiri.



    Dan  dia menggeser telapak tangannya, hanya sedikit, untuk mengarah ke target yang sebenarnya: Shikamaru.'



    Tubuh Shikamaru mengkaku.



    Ia tahu Ino telah memasuki pikirannya.



    Jutsu itu hanya berlangsung sekejap. Dalam hitungan satu tarikan nafas, dan mungkin ditambah satu hembusan nafas, jutsu itu sudah terlepas.



    “Rou, Soku,” Ino memanggil mereka berdua segera setelah ia melepas jutsunya.



    Semuanya berjalan sesuai rencana…



    Shintenshin jutsu yang dapat memasuki hati seseorang juga mampu melakukan satu hal lagi: berbagi informasi.



    Shikamaru mengambil keuntungan itu.



    Rencana yang ia rancang dengan hati-hati di kepalanya telah ditransmisikan pada Ino. Dan Ino mentransmisikannya pada Rou dan Soku.



    Shikamaru telah memutuskan untuk mengalahkan ba*****n ini dengan Rou dan Soku. Mereka bertiga akan melakukannya bersama.



    “Ayo!” Shikamaru memanggil mereka berdua.



    Rou dan Soku mengangguk.



    Shikamaru berlari ke arah Gengo, sedangkan Rou dan Soku berlari ke arah ujung ruangan yang berlawanan, berhenti kemudian menghadap satu sama lain dari posisi pararel mereka.



    “Apapun yang kalian lakukan, semuanya tidak berguna.” Ucap Gengo.



    “Oh ayolah.” Ucap Shikamaru.



    “Ini merupakan pertarungan terakhir kita, jadi nikmati saja.”



    Kunai dan pedang beradu di udara. Terdapat perbedaan yang besar antara massa kedua senjata mereka.



    Shikamaru terdorong mundur karena kekuatan pedang Gengo, terjatuh ke lantai.



    Pedang Gengo menuju ke arahnya, menyayat dadanya.



    Namun itu merupakan kagebunshin yang lain.



    “Berapa lama kau ingin terus bermain?!” Gengo geram, ludah tersembur dari mulutnya.



    Shikamaru menyerang Gengo dari atas, menargetkan kepalanya. Gengo mengayunkan pedangnya lagi ke arahnya. Itu hanyalah bunshin yang lain.



    Dan yang lainnya.



    Dan yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya…



    Pedang Gengo telah membelah dua Shikamaru berkali-kali. Namun tak peduli bagaimana ia menyayat dan mengayun dan membabi-buta, setiap Shikamaru yg diserangnya hanyalah kagebunshin, menghilang seketika setelah mereka terluka.



    “Dimana kau bersembunyi, Shikamaru?!”



    Shikamaru sudah lama menghilang dari pandangan Gengo.



    Tidak, Shikamaru yang sebenarnya, faktanya, berdiri tepat di belakangnya. Tanpa disadari Gengo.



    “Skakmat.” Gumam Shikamaru.



    Gengo menghentakkan kepalanya melihat dari pundaknya, wajahnya kehilangan warnanya (memucat).



    Bagaimanapun, ia sudah terlambat.



    Bayangan Shikamaru telah merayap dari kakinya dan menghubungkannya dengan tubuh Gengo.



    Shikamaru telah membuat kagebunshin yang tak terhitung jumlahnya, dan kemudian jutsu Rou membuat penampilan mereka tampak memiliki chakra yang sangat tebal dan padat.



    Pikiran Gengo secara natural mulai menangkap chakra bunshin itu, dan kemudian, setelah menyerang bunshin demi bunshin, ia secara tak sadar mulai mencari, menghalangi indra lain untuk mengawasi jejak chakra yang spesifik itu.



    Dan kemudian Shikamaru yang sebenarnya jejak chakranya telah dihapus oleh jutsu Rou, dan diam-diam menyelinap ke belakang Gengo.



    Gengo telah diserang tepat dari titik butanya. Hingga Shikamaru telah menguncinya dengan bayangan, pria itu tak sama sekali menyadari apa yang sedang terjadi.



    “SHIKAMARU, KAU B*****AAAAAAAAAAAAAAAAAN!”



    Teriak Gengo, memutar kepalanya memuntahkan kalimat pedasnya pada Shikamaru. Saat menjerit dan kemarahannya memuncak, lidahnya mengeluarkan cairan crimson pekat di dalam mulutnya.



    “Hinoko.” Shikamaru memanggil dengan tenang.



    “Aghhhh!”



    Saat ia mengumpulkan chakranya di jari telunjuknya, gadis itu menjerit hingga hampir memecahkan gendang telinga Shikamaru.



     “Aku terus mengatakan padamu untuk tidak menyebut namaku kau tahuuuuuuuuuuuuu!”



    Mata Shikamaru dengan jelas menangkap cahaya oranye dari kilat chakra Soku melayang ke arah Gengo dan melewati lidahnya.



    “Ga- gaaah?” Gengo membuat suara nafas yang kering.



    “Dia baru saja memotong aliran chakra ke lidahmu.” Ucap Shikamaru.



    “Mulai sekarang, kau terjebak dalam tubuh yang tidak akan membiarkanmu mengeluarkan sepatah kata apapun lagi.”



    Airmata mengalir dari mata Gengo.



    “Aku pasti akan menciptakan dunia tanpa perang, jadi kau harus memaafkanku karena merenggut impianmu.” Ucap Shikamaru, dan memberi sinyal pada Rou.



    Rou, yang tetap tegar setelah mengalami penyiksaan dan genjutsu, datang berlari dengan segera.



    “Tahan dia, dan kawal dia ke Markas Persatuan Shinobi.”



    “Dimengerti, Tuan.” Rou mengangguk, matanya bersinar penuh rasa kagum.



    Shikamaru menggaruk batang hidung menggunakan telunjuknya, mencoba untuk mengabaikan rasa malunya.



    Rou melingkari tangan Gengo dengan berlapis-lapis borgol logam dan segel—borgol khusus yang digunakan oleh Anbu. Shikamaru menarik bayangannya dari Gengo. Pria itu telah ditahan sepenuhnya.



    Shikamaru tiba-tiba menyadari bahwa Soku juga sudah berdiri di belakang Rou.



    “Misi sudah selesai, huh.” Ucap Shikamaru.



    “Tidak berjalan begitu mulus, tapi…”



    Shikamaru tersenyum pada keduanya, dan wajah Rou dan Soku yang kusut seperti ingin menangis saat mereka mengangguk.

    0 comments:






    Setelah menahan Gengo, Shikamaru dan rekan-rekannya menuruni tangga spiral untuk menemukan bahwa pertarungan antara para Kakusha dan shinobi lainnya telah berakhir. Tampaknya setelah Soku memotong aliran chakranya ke lidah Gengo, genjutsu yang mengabuti pikiran para Kakusha juga sudah terlepas, dan itu merupakan hal yang sangat membantu untuk mengakhiri pertarungan.



    Meskipun pertarungan antara para Kakusha dan shinobi berlangsung sengit, tak ada kerusakan yang terlalu besar seperti yang dipikirkan. Selain beberapa orang yang luka berat, hampir semuanya melalui pertarungan itu dengan luka ringan. Kau dapat mengatakan bahwa itu merupakan keajaiban karena tak ada yang terbunuh, namun itu semua berkat para shinobi Sunagakure yang mematuhi perintah Gaara-“Jangan membunuh kecuali memang dibutuhkan.”- saat mereka menyerbu aula itu.



    Saat penasihat Gengo menyadari mereka telah dikalahkan dan ditahan, bahu mereka merosot dan keinginan mereka bertarung telah hilang sepenuhnya. Mereka telah sadar dari mimpi ambisius mereka, dan kini mereka tampak sangat putus asa.



    Saat Shikamaru dan yang lainnya tiba di aula itu, shinobi Konohagakure dan Sunagakure yang lain sudah menangani para Kakusha dengan baik, menahan mereka dan memberikan pertolongan pertama pada yang lainnya.



    “Sai!”



    Shikamaru memanggil saat ia melihat shinobi itu duduk di antara orang banyak, menerima pertolongan pertama dari shinobi yang lain.



    “Shikamaru…” Sai duduk tegak, menatap ke arahnya dengan wajah hampa.



    Ino telah memberitahu Shikamaru apa yang terjadi pada Sai saat mereka menuruni tangga. Mungkin karena Sai telah dikeluarkan dari genjutsu berkekuatan besar, mata shinobi itu masih tampak kosong, seperti sebagian dari dirinya masih terombang-ambing.



    “Aku sungguh minta maaf.” Gumam Sai.



    “Jangan khawatirkan itu.” Ucap Shikamaru ramah, berjongkok di sebelahnya dan meletakkan tangannya di pundak Sai. “Semua sudah berlalu.”



    Di balik pakaian hitam yang dikenakan Sai, Shikamaru dapat merasakan pundak shinobi itu sedikit bergetar.



    Tak ada airmata yang mengalir dari matanya. Namun Sai masih menangis dalam hatinya.



    “Aku menyedihkan.” Gumam Sai.



    “Kau berada di bawah pengaruh kata-kata pria itu.” Ucap Shikamaru. “Bahkan aku terjebak di dalamnya. Kau tidak perlu merasa bersalah.”



    “Tapi…”



    “Jangan biarkan hal itu terlalu mengganggumu. Kemampuan untuk terus berjalan dengan hati yang ringan tidak peduli apa yang terjadi adalah salah satu dari sifat-sifat terbaikmu.”



    “Terima kasih, Shikamaru.” Setetes airmata lolos dari mata kanan Sai, mengalir ke pipinya.



    “Saat kita kembali ke Konoha, ambil lah beberapa hari untuk libur. Aku akan bicara pada Kakashi-san.”



    “Terima kasih …” Saat Sai mengatakan itu, Ino muncul di samping Sai.



    “Jaga dia baik-baik.” Ucap Shikamaru pada Ino, bangkit berdiri.



    Ino memberikan anggukan dalam, matanya mengarah pada Sai. Ia berlutut di sebelahnya tepat setelah Shikamaru pergi.



    Baru saja Shikamaru mengeluarkan helaan nafas kecil karena semua telah berakhir, suara seorang pria terdengar, meledak-ledak penuh amarah.



    “SHI! KA! MA! RUUUUUUUUUUUUU!”



    Oh ya, ia benar-benar melupakan pria itu …



    Menggaruk tengkuknya, Shikamaru menolehkan kepalanya untuk melihat ke arah pemilik suara itu.



    Malah yang ia lihat adalah sebuah tinju yang melayang ke wajahnya.



    Tubuh Shikamaru terlempar ke belakang, berguling di tanah. Pandangannya berubah-ubah dari lantai ke atap ke lantai ke atap.



    Enam kali…



    Otaknya dengan tenang menghitung berapa kali ia berguling akibat tinju yang sangat kuat itu. Tubuh Shikamaru akhirnya berhenti berguling dengan posisi telungkup.



    Ia duduk di lantai, matanya menangkap pria pirang yang dengan cepat menuju ke arahnya.



    Shikamaru menggunakan tangan dan lututnya untuk bangkit, namun selanjutnya yang ia tahu, seorang pria menaiki punggungnya seperti kuda, menarik bagian belakang kerahnya. Leher Shikamaru tersentak ke atas dan ke bawah, sebuah makian yang tak jelas maksudnya meledak ke telinganya.



    “KAU – KENAPA – BERITAHU AKU – SEMUA KAU LAKUKAN SENDIRI – SELALU SEPERTI INI – MEMBUAT SEMUA ORANG – SANGAT KHAWATIR – BAHKAN AKU – GAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH – DASAR ORANG BODOH!”



    “Aku benar-benar minta maaf, Naruto.” Shikamaru bicara pada pria di punggungnya.



    “Kau benar-benar bodoh!!” Naruto mengulang kemarahannya.



    Kata-kata yang Naruto teriakkan terputus-putus dan tak bisa ditangkap oleh pendengaran Shikamaru, perasaannya menyebabkan kalimat yang disemburkannya tidak terstruktur, namun Shikamaru sangat mengerti seluruh kekhawatiran Naruto padanya terkumpul dalam kata-kata kasarnya. Karena Naruto memiliki kobaran api dalam dirinya maka dia pantas menjadi pemimpin dari desa tersembunyi Negara Api, Konoha.



    “Bukankah kau bilang kau akan menjadi penasihatku, huh?” Gumam Naruto.



    Si pirang itu tampaknya sudah menjadi agak sedikit tenang setelah permintaan maaf Shikamaru dilontarkan, dan ia telah memastikan bahwa Shikamaru baik-baik saja.



    “Mulai sekarang negara ini akan baik-baik saja.” Ucap Naruto sungguh-sungguh. Sakura telah berada di samping mereka tanpa Shikamaru sadari.



    “Karena para Kakusha yang menguasai negara ini merupakan shinobi, tidak ada satupun penduduk yang tidak mengetahui bahwa Naruto adalah pahlawan dari Perang Dunia Shinobi yang lalu.” Ucap Sakura. “Tidak akan ada yang meributkan kejadian ini sekali mereka melihat Naruto di sini. Dan karena genjutsu Gengo sudah dipatahkan, semua hal akan berakhir secepatnya.”



    Pengaruh Naruto di seluruh dunia shinobi tak terukur kuatnya. Seperti yang Sakura katakan. Tak ada yang berani menentang pahlawan yang telah menyelamatkan dunia.



    “Hey, mulai sekarang,” ucap Naruto tegas, “Jika sesuatu terjadi, katakan padaku terlebih dahulu.”



    “Aa.” Shikamaru memejamkan matanya dan mengangguk.



    Naruto melepaskan bagian belakang kerah Shikamaru dan berdiri.



    “Ayo.” Naruto mengulurkan tangannya.



    Shikamaru meraih ulurannya dalam diam.



    Naruto menariknya dalam satu gerakan mulus yang kuat, dan Shikamaru langsung bangkit berdiri. Shikamaru iri dengan bagaimana Naruto begitu polos dan jujur. Dan ia berpikir bahwa demi Naruto, ia juga harus mencoba dan menjadi lebih jujur lagi.



    “Ini yang terakhir kalinya…”



    “Huh?” Naruto menolehkan kepalanya ke arah Shikamaru.



    “Ini yang terakhir kalinya aku menyimpan rahasia dan bertingkah seperti anak-anak.”



    “Aa.”



    “Bagaimanapun, setelah ini aku akan menghabiskan seluruh waktuku untuk mengurusi seorang anak kecil.” Ucap Shikamaru, meninju kecil dada Naruto.



    “Hey, siapa yang kau sebut anak kecil?”



    “Menurutmu siapa?”



    Keduanya melihat satu sama lain, dan tawa mereka meledak.



    Agar Rou, Soku, dan Sai segera menerima perawatan medis, telah diputuskan bahwa urusan mereka yang paling utama adalah kembali ke Konoha. Naruto, Sakura dan yang lainnya tetap tinggal di Negeri Sunyi untuk membereskan semua urusan disana. Shikamaru tak khawatir meninggalkan Naruto. Dengan Gengo yang telah tertangkap, ia yakin bahwa semua akan berjalan baik-baik saja.



    Shinobi dari Sunagakure berniat melakukan hal yang sama, meninggalkan sebagian pasukan mereka disana dan sisanya berangkat menuju Suna. Baik pasukan Sunagakure dan Konohagakure keduanya akan menuju ke arah yang berbeda untuk pulang.



    “Kali ini, aku benar-benar berhutang padamu.” Ucap Shikamaru pada Gaara, saat mereka berdiri di gerbang Desa Tirai.



    Shinobi Sunagakure yang akan pulang berbaris di belakang Gaara. Seluruh shinobi yang dibesarkan di gurun tersembunyi Suna itu memiliki roman kuat dan tangguh yang sama. Semua dari mereka melihat Shikamaru dengan senyum. Hal kecil seperti itulah yang membuatmu merasakan bahwa dunia shinobi benar-benar mulai bersatu.



    “Jangan khawatirkan itu.” Jawab Gaara. “Kau adalah orang yang kehadirannya sangat penting di Persatuan Shinobi, baik sekarang maupun di masa depan. Kau tak perlu menggunakan kata-kata formal seperti ‘berhutang’ untuk pekerjaan seperti ini. Bukankah wajar jika seseorang pergi menyelamatkan rekannya?”



    Gaara menyilangkan tangannya sambil berbicara. Ia tak pernah bicara begitu banyak seperti ini. Bertahun-tahun lalu, Gaara merupakan seseorang yang wajahnya tak terbaca, tanpa ekspresi; orang yang haus darah dan berbahaya.



    Namun kini, shinobi Sunagakure melihat Gaara dengan senyum penuh kasih sayang.



    Di belakang Shikamaru, ada Sai, Rou dan Soku. Chouji dan Ino juga. Begitu pula shinobi Konohagakure lainnya. Mereka semua juga diam, mendengar percakapan Gaara dan Shikamaru penuh perhatian.



    “Tapi aku benar-benar merasa lega…” Gumam Gaara serius pada Shikamaru. “Jika saja kakakku tidak merasa sangat cemas, kita semua akan berakhir dengan kehilangan orang yang sangat penting.”



    Temari sedang berdiri di sebelah Gaara, pandangannya mengarah ke titik di atas kepala mereka. Ia bersikap seperti mengabaikan percakapan itu. Shikamaru menebak bahwa dia mencoba menyembunyikan rasa malunya, tapi dia tak seharusnya menjadi begitu tak peduli akan hal itu.



    “Jangan khawatir soal Gengo.” Ucap Gaara. “Kami akan mengantarkannya ke Markas Persatuan Shinobi dalam perjalanan pulang.”



    “Kami terus menerima pertolongan kalian bahkan dalam setiap hal kecil…”



    “Aku terus memberitahumu untuk tidak usaha bicara begitu formal.” Ucap Gaara. Kazekage yang memiliki cinta dan kesetiaan pada desanya itu kemudian mengulurkan tangannya pada Shikamaru.



    “Baiklah kalau begitu, kita akan bertemu lagi di Markas Persatuan Shinobi.” Ucap Shikamaru, dan menjabat tangan Gaara. Ia memberikan jabat tangan yang erat dan kuat. Gaara juga memberikan jabat tangan yang sama kuatnya.



    “Sampai bertemu nanti.”



    “Aa.”



    Gaara melepaskan jabat tangannya, mengalihkan pandangannya pada pasukannya.



    “Ayo kita pulang.” Ucapnya, dan shinobi Sunagakure bersorak menjawabnya.



    Temari membalikkan badannya untuk berjalan pulang, dan tiba-tiba suara Shikamaru memanggilnya.



    “Oi.”



    Gaara tampak hampir sama terkejutnya dengan Shikamaru sendiri.



    Langkah Temari terhenti. Seluruh shinobi Sunagakure tampak akan menghentikan langkahnya juga, namun Gaara membuat gestur yang memerintahkan mereka untuk terus berjalan dan shinobi Sunagakure mematuhinya, keluar dari gerbang desa itu menuju jalan utama. Gaara mengikuti, melihat Shikamaru dari balik pundaknya satu kali sebelum pergi.



    Hanya Temari yang tinggal.



    Di suatu tempat di belakang Shikamaru, ia dapat mendengar samar-samar Soku berteriak ‘kyaa!’.



    Shikamaru mengabaikannya, dan melangkah mendekati Temari.



    “Ada apa?” Tanya Temari masam.



    Matanya selalu memiliki kekuatan yang mengejutkan…



    Shikamaru merasa seperti akan kehilangan keberaniannya, dan menarik nafas dalam untuk mencoba menenangkan dirinya. Ia mencoba untuk mengeluarkan apa yang ada di pikirannya dari mulutnya.



    “Hari ini…”



    Tak ada gunanya. Kata-kata itu tak keluar.



    “Apa?” Temari dengan kesal mendesaknya untuk cepat. Bahkan kini, tubuhnya sedikit condong ke arah gerbang untuk mengikuti kemana adik lelakinya pergi.



    “Terima kasih, untuk hari ini.”



    “Hmph.” Temari mendengus, dan Shikamaru lanjut berbicara.



    “Lain kali, bagaimana dengan makan bersama?”



    “Apa kau mengajakku kencan?” Tanya Temari datar.



    Penampakan di matanya begitu serius sekarang. Tak tampak sedikitpun rasa gugup dari sikapnya, tak ada yang ia coba banggakan dari dirinya.



    Kenapa aku mengajak wanita sejenis ini untuk pergi makan?



    Shikamaru bertanya pada dirinya sendiri.



    “Ah, yah, semacam itu.” Jawabannya datang dari suatu tempat di bawah kesadaran Shikamaru.



    Ia tak bisa melakukan apapun kecuali mengajaknya.



    Tidak..dia memanggilnya dan membuatnya berhenti karena dia ingin mengajaknya.



    Shikamaru merasa kebingungan bagaimana cara berurusan dengan perasaan yang ia sendiri tak mengerti.



    “Aku mengerti.” Ucap Temari berpikir. “Kencan ya, huh…”



    Hampir seperti saat ia berada dalam perundingan perang, membicarakan persiapan untuk menghadapi musuh yang sangat kuat.



    Temari memegang dagu, mulai berpikir serius tentang hal itu.



    “Kau tidak mau?” Seru Shikamaru tanpa sadar.



    Temari menatap lekat-lekat wajah Shikamaru sesaat. Kemudian melepaskan tangan dari dagunya, dan meletakkan tangannya di pinggul.



    “Merepotkan.”




    Senyum lebar Temari yang berseri-seri setelah mengatakan hal itu merupakan sesuatu yang luar biasa berharga bagi Shikamaru.

    Novel Shikamaru Hiden Chapter 18

    Posted at  January 18, 2017  |  in    |  Read More»






    Setelah menahan Gengo, Shikamaru dan rekan-rekannya menuruni tangga spiral untuk menemukan bahwa pertarungan antara para Kakusha dan shinobi lainnya telah berakhir. Tampaknya setelah Soku memotong aliran chakranya ke lidah Gengo, genjutsu yang mengabuti pikiran para Kakusha juga sudah terlepas, dan itu merupakan hal yang sangat membantu untuk mengakhiri pertarungan.



    Meskipun pertarungan antara para Kakusha dan shinobi berlangsung sengit, tak ada kerusakan yang terlalu besar seperti yang dipikirkan. Selain beberapa orang yang luka berat, hampir semuanya melalui pertarungan itu dengan luka ringan. Kau dapat mengatakan bahwa itu merupakan keajaiban karena tak ada yang terbunuh, namun itu semua berkat para shinobi Sunagakure yang mematuhi perintah Gaara-“Jangan membunuh kecuali memang dibutuhkan.”- saat mereka menyerbu aula itu.



    Saat penasihat Gengo menyadari mereka telah dikalahkan dan ditahan, bahu mereka merosot dan keinginan mereka bertarung telah hilang sepenuhnya. Mereka telah sadar dari mimpi ambisius mereka, dan kini mereka tampak sangat putus asa.



    Saat Shikamaru dan yang lainnya tiba di aula itu, shinobi Konohagakure dan Sunagakure yang lain sudah menangani para Kakusha dengan baik, menahan mereka dan memberikan pertolongan pertama pada yang lainnya.



    “Sai!”



    Shikamaru memanggil saat ia melihat shinobi itu duduk di antara orang banyak, menerima pertolongan pertama dari shinobi yang lain.



    “Shikamaru…” Sai duduk tegak, menatap ke arahnya dengan wajah hampa.



    Ino telah memberitahu Shikamaru apa yang terjadi pada Sai saat mereka menuruni tangga. Mungkin karena Sai telah dikeluarkan dari genjutsu berkekuatan besar, mata shinobi itu masih tampak kosong, seperti sebagian dari dirinya masih terombang-ambing.



    “Aku sungguh minta maaf.” Gumam Sai.



    “Jangan khawatirkan itu.” Ucap Shikamaru ramah, berjongkok di sebelahnya dan meletakkan tangannya di pundak Sai. “Semua sudah berlalu.”



    Di balik pakaian hitam yang dikenakan Sai, Shikamaru dapat merasakan pundak shinobi itu sedikit bergetar.



    Tak ada airmata yang mengalir dari matanya. Namun Sai masih menangis dalam hatinya.



    “Aku menyedihkan.” Gumam Sai.



    “Kau berada di bawah pengaruh kata-kata pria itu.” Ucap Shikamaru. “Bahkan aku terjebak di dalamnya. Kau tidak perlu merasa bersalah.”



    “Tapi…”



    “Jangan biarkan hal itu terlalu mengganggumu. Kemampuan untuk terus berjalan dengan hati yang ringan tidak peduli apa yang terjadi adalah salah satu dari sifat-sifat terbaikmu.”



    “Terima kasih, Shikamaru.” Setetes airmata lolos dari mata kanan Sai, mengalir ke pipinya.



    “Saat kita kembali ke Konoha, ambil lah beberapa hari untuk libur. Aku akan bicara pada Kakashi-san.”



    “Terima kasih …” Saat Sai mengatakan itu, Ino muncul di samping Sai.



    “Jaga dia baik-baik.” Ucap Shikamaru pada Ino, bangkit berdiri.



    Ino memberikan anggukan dalam, matanya mengarah pada Sai. Ia berlutut di sebelahnya tepat setelah Shikamaru pergi.



    Baru saja Shikamaru mengeluarkan helaan nafas kecil karena semua telah berakhir, suara seorang pria terdengar, meledak-ledak penuh amarah.



    “SHI! KA! MA! RUUUUUUUUUUUUU!”



    Oh ya, ia benar-benar melupakan pria itu …



    Menggaruk tengkuknya, Shikamaru menolehkan kepalanya untuk melihat ke arah pemilik suara itu.



    Malah yang ia lihat adalah sebuah tinju yang melayang ke wajahnya.



    Tubuh Shikamaru terlempar ke belakang, berguling di tanah. Pandangannya berubah-ubah dari lantai ke atap ke lantai ke atap.



    Enam kali…



    Otaknya dengan tenang menghitung berapa kali ia berguling akibat tinju yang sangat kuat itu. Tubuh Shikamaru akhirnya berhenti berguling dengan posisi telungkup.



    Ia duduk di lantai, matanya menangkap pria pirang yang dengan cepat menuju ke arahnya.



    Shikamaru menggunakan tangan dan lututnya untuk bangkit, namun selanjutnya yang ia tahu, seorang pria menaiki punggungnya seperti kuda, menarik bagian belakang kerahnya. Leher Shikamaru tersentak ke atas dan ke bawah, sebuah makian yang tak jelas maksudnya meledak ke telinganya.



    “KAU – KENAPA – BERITAHU AKU – SEMUA KAU LAKUKAN SENDIRI – SELALU SEPERTI INI – MEMBUAT SEMUA ORANG – SANGAT KHAWATIR – BAHKAN AKU – GAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH – DASAR ORANG BODOH!”



    “Aku benar-benar minta maaf, Naruto.” Shikamaru bicara pada pria di punggungnya.



    “Kau benar-benar bodoh!!” Naruto mengulang kemarahannya.



    Kata-kata yang Naruto teriakkan terputus-putus dan tak bisa ditangkap oleh pendengaran Shikamaru, perasaannya menyebabkan kalimat yang disemburkannya tidak terstruktur, namun Shikamaru sangat mengerti seluruh kekhawatiran Naruto padanya terkumpul dalam kata-kata kasarnya. Karena Naruto memiliki kobaran api dalam dirinya maka dia pantas menjadi pemimpin dari desa tersembunyi Negara Api, Konoha.



    “Bukankah kau bilang kau akan menjadi penasihatku, huh?” Gumam Naruto.



    Si pirang itu tampaknya sudah menjadi agak sedikit tenang setelah permintaan maaf Shikamaru dilontarkan, dan ia telah memastikan bahwa Shikamaru baik-baik saja.



    “Mulai sekarang negara ini akan baik-baik saja.” Ucap Naruto sungguh-sungguh. Sakura telah berada di samping mereka tanpa Shikamaru sadari.



    “Karena para Kakusha yang menguasai negara ini merupakan shinobi, tidak ada satupun penduduk yang tidak mengetahui bahwa Naruto adalah pahlawan dari Perang Dunia Shinobi yang lalu.” Ucap Sakura. “Tidak akan ada yang meributkan kejadian ini sekali mereka melihat Naruto di sini. Dan karena genjutsu Gengo sudah dipatahkan, semua hal akan berakhir secepatnya.”



    Pengaruh Naruto di seluruh dunia shinobi tak terukur kuatnya. Seperti yang Sakura katakan. Tak ada yang berani menentang pahlawan yang telah menyelamatkan dunia.



    “Hey, mulai sekarang,” ucap Naruto tegas, “Jika sesuatu terjadi, katakan padaku terlebih dahulu.”



    “Aa.” Shikamaru memejamkan matanya dan mengangguk.



    Naruto melepaskan bagian belakang kerah Shikamaru dan berdiri.



    “Ayo.” Naruto mengulurkan tangannya.



    Shikamaru meraih ulurannya dalam diam.



    Naruto menariknya dalam satu gerakan mulus yang kuat, dan Shikamaru langsung bangkit berdiri. Shikamaru iri dengan bagaimana Naruto begitu polos dan jujur. Dan ia berpikir bahwa demi Naruto, ia juga harus mencoba dan menjadi lebih jujur lagi.



    “Ini yang terakhir kalinya…”



    “Huh?” Naruto menolehkan kepalanya ke arah Shikamaru.



    “Ini yang terakhir kalinya aku menyimpan rahasia dan bertingkah seperti anak-anak.”



    “Aa.”



    “Bagaimanapun, setelah ini aku akan menghabiskan seluruh waktuku untuk mengurusi seorang anak kecil.” Ucap Shikamaru, meninju kecil dada Naruto.



    “Hey, siapa yang kau sebut anak kecil?”



    “Menurutmu siapa?”



    Keduanya melihat satu sama lain, dan tawa mereka meledak.



    Agar Rou, Soku, dan Sai segera menerima perawatan medis, telah diputuskan bahwa urusan mereka yang paling utama adalah kembali ke Konoha. Naruto, Sakura dan yang lainnya tetap tinggal di Negeri Sunyi untuk membereskan semua urusan disana. Shikamaru tak khawatir meninggalkan Naruto. Dengan Gengo yang telah tertangkap, ia yakin bahwa semua akan berjalan baik-baik saja.



    Shinobi dari Sunagakure berniat melakukan hal yang sama, meninggalkan sebagian pasukan mereka disana dan sisanya berangkat menuju Suna. Baik pasukan Sunagakure dan Konohagakure keduanya akan menuju ke arah yang berbeda untuk pulang.



    “Kali ini, aku benar-benar berhutang padamu.” Ucap Shikamaru pada Gaara, saat mereka berdiri di gerbang Desa Tirai.



    Shinobi Sunagakure yang akan pulang berbaris di belakang Gaara. Seluruh shinobi yang dibesarkan di gurun tersembunyi Suna itu memiliki roman kuat dan tangguh yang sama. Semua dari mereka melihat Shikamaru dengan senyum. Hal kecil seperti itulah yang membuatmu merasakan bahwa dunia shinobi benar-benar mulai bersatu.



    “Jangan khawatirkan itu.” Jawab Gaara. “Kau adalah orang yang kehadirannya sangat penting di Persatuan Shinobi, baik sekarang maupun di masa depan. Kau tak perlu menggunakan kata-kata formal seperti ‘berhutang’ untuk pekerjaan seperti ini. Bukankah wajar jika seseorang pergi menyelamatkan rekannya?”



    Gaara menyilangkan tangannya sambil berbicara. Ia tak pernah bicara begitu banyak seperti ini. Bertahun-tahun lalu, Gaara merupakan seseorang yang wajahnya tak terbaca, tanpa ekspresi; orang yang haus darah dan berbahaya.



    Namun kini, shinobi Sunagakure melihat Gaara dengan senyum penuh kasih sayang.



    Di belakang Shikamaru, ada Sai, Rou dan Soku. Chouji dan Ino juga. Begitu pula shinobi Konohagakure lainnya. Mereka semua juga diam, mendengar percakapan Gaara dan Shikamaru penuh perhatian.



    “Tapi aku benar-benar merasa lega…” Gumam Gaara serius pada Shikamaru. “Jika saja kakakku tidak merasa sangat cemas, kita semua akan berakhir dengan kehilangan orang yang sangat penting.”



    Temari sedang berdiri di sebelah Gaara, pandangannya mengarah ke titik di atas kepala mereka. Ia bersikap seperti mengabaikan percakapan itu. Shikamaru menebak bahwa dia mencoba menyembunyikan rasa malunya, tapi dia tak seharusnya menjadi begitu tak peduli akan hal itu.



    “Jangan khawatir soal Gengo.” Ucap Gaara. “Kami akan mengantarkannya ke Markas Persatuan Shinobi dalam perjalanan pulang.”



    “Kami terus menerima pertolongan kalian bahkan dalam setiap hal kecil…”



    “Aku terus memberitahumu untuk tidak usaha bicara begitu formal.” Ucap Gaara. Kazekage yang memiliki cinta dan kesetiaan pada desanya itu kemudian mengulurkan tangannya pada Shikamaru.



    “Baiklah kalau begitu, kita akan bertemu lagi di Markas Persatuan Shinobi.” Ucap Shikamaru, dan menjabat tangan Gaara. Ia memberikan jabat tangan yang erat dan kuat. Gaara juga memberikan jabat tangan yang sama kuatnya.



    “Sampai bertemu nanti.”



    “Aa.”



    Gaara melepaskan jabat tangannya, mengalihkan pandangannya pada pasukannya.



    “Ayo kita pulang.” Ucapnya, dan shinobi Sunagakure bersorak menjawabnya.



    Temari membalikkan badannya untuk berjalan pulang, dan tiba-tiba suara Shikamaru memanggilnya.



    “Oi.”



    Gaara tampak hampir sama terkejutnya dengan Shikamaru sendiri.



    Langkah Temari terhenti. Seluruh shinobi Sunagakure tampak akan menghentikan langkahnya juga, namun Gaara membuat gestur yang memerintahkan mereka untuk terus berjalan dan shinobi Sunagakure mematuhinya, keluar dari gerbang desa itu menuju jalan utama. Gaara mengikuti, melihat Shikamaru dari balik pundaknya satu kali sebelum pergi.



    Hanya Temari yang tinggal.



    Di suatu tempat di belakang Shikamaru, ia dapat mendengar samar-samar Soku berteriak ‘kyaa!’.



    Shikamaru mengabaikannya, dan melangkah mendekati Temari.



    “Ada apa?” Tanya Temari masam.



    Matanya selalu memiliki kekuatan yang mengejutkan…



    Shikamaru merasa seperti akan kehilangan keberaniannya, dan menarik nafas dalam untuk mencoba menenangkan dirinya. Ia mencoba untuk mengeluarkan apa yang ada di pikirannya dari mulutnya.



    “Hari ini…”



    Tak ada gunanya. Kata-kata itu tak keluar.



    “Apa?” Temari dengan kesal mendesaknya untuk cepat. Bahkan kini, tubuhnya sedikit condong ke arah gerbang untuk mengikuti kemana adik lelakinya pergi.



    “Terima kasih, untuk hari ini.”



    “Hmph.” Temari mendengus, dan Shikamaru lanjut berbicara.



    “Lain kali, bagaimana dengan makan bersama?”



    “Apa kau mengajakku kencan?” Tanya Temari datar.



    Penampakan di matanya begitu serius sekarang. Tak tampak sedikitpun rasa gugup dari sikapnya, tak ada yang ia coba banggakan dari dirinya.



    Kenapa aku mengajak wanita sejenis ini untuk pergi makan?



    Shikamaru bertanya pada dirinya sendiri.



    “Ah, yah, semacam itu.” Jawabannya datang dari suatu tempat di bawah kesadaran Shikamaru.



    Ia tak bisa melakukan apapun kecuali mengajaknya.



    Tidak..dia memanggilnya dan membuatnya berhenti karena dia ingin mengajaknya.



    Shikamaru merasa kebingungan bagaimana cara berurusan dengan perasaan yang ia sendiri tak mengerti.



    “Aku mengerti.” Ucap Temari berpikir. “Kencan ya, huh…”



    Hampir seperti saat ia berada dalam perundingan perang, membicarakan persiapan untuk menghadapi musuh yang sangat kuat.



    Temari memegang dagu, mulai berpikir serius tentang hal itu.



    “Kau tidak mau?” Seru Shikamaru tanpa sadar.



    Temari menatap lekat-lekat wajah Shikamaru sesaat. Kemudian melepaskan tangan dari dagunya, dan meletakkan tangannya di pinggul.



    “Merepotkan.”




    Senyum lebar Temari yang berseri-seri setelah mengatakan hal itu merupakan sesuatu yang luar biasa berharga bagi Shikamaru.

    0 comments:






    Dalam waktu sepersekian detik, Temari mengizinkan dirinya untuk merasa lega. Ia mencapai Shikamaru tepat pada waktunya.



    Setelah percakapan dengan Gaara waktu itu, Temari segera menuju Konoha dan bertanya pada Naruto. Ninja berambut pirang itu tak memiliki satupun jawaban untuknya.



    Namun, sama seperti Temari, Naruto merasakan perasaan aneh yang mengatakan ada sesuatu yang tak beres mengenai Shikamaru. Ino dan Chouji juga berunding, dan saat perasaan samar itu menguat menjadi kepastian, Naruto membawa Temari bersamanya untuk pergi dan memaksa Kakashi memberikan jawabannya.



    Pidato Naruto yang mengerikan dan blak-blakan mengganggu Kakashi di satu sisi, sedangkan Temari meminta untuk membawa bala bantuan dari Suna di sisi lain. Dan akhirnya, ia menyerah.



    Dibawah perjanjian bahwa mereka tak akan memperburuk situasinya, shinobi Sunagakure diizinkan untuk bergerak.



    Temari telah membuat perencanaan sebelumnya dengan desanya, sehingga bala bantuannya dapat segera berangkat jika dibutuhkan. Segera setelah mendapatkan izin Kakashi, Temari mengirimkan pesan ke desanya, dan segera berangkat menuju Negeri Sunyi. Dalam perjalanan ia bertemu kelompok shinobi Sunagakure yang dipimpin oleh Gaara.



    Saat mereka tiba di negara itu, mereka mulai mencari orang-orang yang berguna untuk diinterogasi.



    Hingga saat ini, sudah 10 hari sejak Shikamaru berangkat menuju Negeri Sunyi. Temari kehilangan akal karena terburu-buru, dan interogasinya berjalan lebih buruk. Tak lama, seorang pria yang menyebut dirinya ‘Yang Tercerahkan’ tak sengaja menyebutkan bahwa shinobi dari Konohagakure telah di tahan di istana negara itu.



    Segera setelah ia mengetahuinya, semuanya berjalan dengan mudah.



    Mereka menyusup ke dalam istana dengan perisai pasir yang diciptakan Gaara. Temari memimpin armada kecilnya menuruni koridor, menjatuhkan para penjaga sebelum mereka dapat mengirim alarm peringatan, dan perlahan menyelinap menuju aula utama. Semua berlangsung pada waktu yang tepat, tepat saat Shikamaru hampir menyerahkan kesetiannya pada Gengo.



    Pada detik Temari melihat Shikamaru seperti dipengaruhi ucapan Gengo tentang shinobi yang memimpin dunia, ia kehilangan seluruh kontrol dirinya.



    Shikamaru bukan jenis pria yang akan tergoyahkan oleh sampah seperti itu



    Saat Temari men-summon anginnya untuk menerbangkan pintu aula itu dan menyerbu ke dalam, tubuhnya tak sedang diperintah olehnya. Ia dipenuhi oleh kemarahan yang murni.



    Mendengar bahwa itu hanya merupakan genjutsu telah membuatnya merasa lega…



    Setelah terbangun, Shikamaru kembali menjadi pria yang dikenalnya. Ia menghadapi Gengo dengan hidung yang berdarah dan mata malasnya, dan hanya melihatnya sudah cukup membuat Temari merasa semuanya hingga saat ini tidak sia-sia.



    “Kau tidak seharusnya begitu pelupa disaat seperti ini.”



    Seorang shinobi Konoha yang mengatakannya, dengan senyum kaku di wajahnya. Kuas yang tergenggam di tangannya telah mengidupkan harimau serta serigala yang tak terhitung jumlahnya hingga detik ini. Saat ini, ia men-summon seekor harimau putih yang menyeramkan. Diantara semua hewan tinta yang telah di-summon-nya, yang satu ini terlihat paling ganas.



    Jika ia mengingatnya dengan benar, pria ini bernama Sai…



    Teman satu tim Naruto dan Sakura.



    “Pelupa? Aku tidak melakukan serangan yang sama berkali-kali.” Temari bergumam pelan, dan mengayunkan kipas perangnya, seluruh tubuhnya memutar mengikuti gerakannya.



    Angin dari kipasnya berubah menjadi seekor musang bersabit: Kamatari. Ia (Kamatari) memutar dan menggerakkan tubuhnya mengikuti arah angin, menerjang ke arah harimau itu dan menyayat lehernya dengan sabitnya. Harimau Sai kembali menjadi tinta tak bernyawa, jatuh ke tanah.



    “Sungguh mengagumkan bagaimana kau tidak memiliki sedikitpun keraguan.” Komentar Sai.



    Temari berbalik ke arah suara itu datang.



    Menghilang!



    'Kapan dia menghilang, dan kemana?'



    Ia bahkan tak memiliki waktu untuk mengikuti gerakan Sai dengan matanya…



    “Shinobi yang dapat melihat ke dalam Jutsu Teleportasi Tinta…tak pernah ada.”



    Sai telah berteleportasi tepat dibelakangnya.



    Ia pasti akan bergerak untuk menikamnya.



    Temari tak akan bisa berbalik tepat pada waktunya.



    'Kiri atau kanan?'



    “Oh, sial!”



    Ia harus berspekulasi.



    Diam-diam berharap pisau itu tak mengikutinya, Temari menggeser tubuhnya ke kanan. Cakar harimau mengayun ke arahnya, menggores alis kirinya.



    “Terlalu naif.” Suara Sai yang dingin cukup bagi udara dingin untuk menjalar ke tulang belakang Temari.



    'Kapan dia berteleportasi ke depannya?'



    “Sial!”



    Temari mengayunkan kipasnya ke samping tubuhnya sebagai perisai. Kipasnya telah diciptakan agar susunannya cukup kuat untuk menangkis pisau besi. Ia sepenuhnya terlindungi dari senjata seperti kunai.



    Namun…



    “Guh!”



    Temari terjatuh tepat dimana ia berdiri, nyeri yang tajam menembus melewati perutnya.



    “Manipulasi chakra… Itu merupakan keahlianku.” Ucap Sai dengan suara yang hampa dan tak bersalah.



    Kunai yang dipegangnya telah menembus langsung kipas perang Temari dan mencapai perutnya.



    Ada sesuatu yang samar-samar melingkar disekitar senjata itu, seperti kabut.



    Chakra.



    Ia mengelilingi kunainya dengan chakra yang sangat tebal hingga kau dapat melihatnya. Kekuatan dan ketajaman pisau itu pasti telah meningkat sepuluh kali lipat…



    “Tak peduli seberapa keras kalian melawan, tak satupun dari kalian yang dapat menandingi Gengo-sama.” Ucap Sai.



    “Pada akhirnya, kami para Kakusha lah yang akan mengendalikan dunia ini.”



    “Apa itu…benar-benar yang kau inginkan?”



    “Ya.” Sai membiarkan sebuah senyum menghiasi wajahnya.



    Ia tak tampak seperti berada dalam genjutsu. Keyakinan yang tak tergoyahkan pada Gengo tergambar dengan jelas di wajah Sai.



    Namun…



    “Baiklah, lalu…” Ucap Temari susah payah.



    “Kenapa kau menangis?”



    Setetes air mata lolos dari mata kanan Sai tak luput dari pengamatan Temari.



    Di dalam hatinya, Sai berada dalam pertentangan.



    “Aku tidak menangis.” Sai menggertak, dan mencengkram kunainya lebih erat, bersiap untuk serangan akhir.



    Temari menahan nafasnya.



    “KUATKAN DIRIMU DAN BANGUUUUUUUUUUUUUUUUUUUNNNNNNNNNN!”



    Tiba-tiba, Sai terlempar oleh serangan seorang kunoichi. Ia terhempas dari pandangan Temari seluruhnya, kunai yang menusuknya bergemerincing di lantai.



    “Apa kau baik-baik saja?” Kunoichi itu bertanya sembari membantu posisi Temari yang tumbang.



    “Sa…Sakura?”



    “Bertahanlah, jangan bicara sekarang.” Ucap Sakura.



    “Aku akan menutup luka di perutmu.”



    Chakra mengelilingi tangan kunoichi itu saat ia menekan lembut luka terbuka Temari. Gelombang chakra yang hangat itu dengan lembut menyelimuti perutnya.



    “Tunggu…Sai?”



    “Tidak apa-apa, pasukan kami yang menanganinya.”



    “Eh?” Temari mengalihkan pandangan ke arah Sai yang sedang terlempar.



    Seseorang menahan Sai di tempat dimana ia dilempar oleh Sakura.



    Raksasa…



    Tak salah lagi. Pria raksasa itu adalah sahabat Shikamaru.



    “Chouji!”



    Seorang kunoichi berambut panjang berteriak di belakangnya.



    “Tetap tahan dia seperti itu!”



    “Shikamaru dalam bahaya, tapi shinobi Konoha tidak bergerak untuk membantunya.”



    Sakura meniru komentar seorang penduduk sambil menyembuhkan perut Temari.



    “Akan terasa begitu menyakitkan jika keadaannya berubah seperti itu, jadi …”



    Ada dua shinobi berdiri di belakang Sakura, keduanya dipenuhi luka. Yang satu merupakan pria paruh baya dengan wajah menakutkan. Yang satunya lagi merupakan perempuan yang bertahun-tahun lebih muda dari Temari.



    Temari mengeratkan giginya melawan rasa sakit karena lukanya, dan kembali berbicara pada Sakura.



    “Dia berada…dibawah genjutsu …”



    “Tenang saja,” Sakura meyakinkannya,



    “Kami sudah mendengarnya dari mereka berdua.”



    Kedua shinobi di belakangnya mengangguk menegaskan kata-katanya.



    “Baiklah! Semuanya sudah siap!”



    Kunoichi berambut panjang berteriak pada Chouji, menyatukan telapak tangannya.



    Sai berusaha memberontak dibawah tubuh raksasa Chouji, wajahnya penuh hasrat ingin membunuh. Ia menggeram mengeratkan giginya, cahaya bersinar pada gigi taringnya.



    “Ninpou – Shintenshin no Jutsu!” Kunoichi berambut panjang itu berteriak.



    “Selama jutsu Ino bekerja, semuanya akan baik-baik saja.” Gumam Sakura.



    Chouji membebaskan Sai, mundur.



    Sai bangkit.



    Semua itu terjadi seketika.



    Seperti kilatan petir, getaran keras memasuki tubuh Sai, dan ia berhenti bergerak. Di hadapannya, dalam satu garis simetris, tubuh Ino juga menjadi kaku.



    “Ahh, sudah. Sudah tidak apa-apa sekarang.” Sakura perlahan menyingkirkan tangannya



    Rasa sakit di perut Temari sudah menghilang sepenuhnya.



    ⁰ₒ⁰

    Ino menyelam dalam kegelapan. Lebih dalam dan lebih dalam lagi.



    Ia masih belum menemukan Sai.



    Tak peduli seberapa dalam ia terus menyelam, semua yang mengelilinginya adalah tinta hitam yang pekat.



    Bagaimanapun, ini adalah Sai. Pada dasarnya ia tak sepenuhnya menyadari siapa dirinya yang sebenarnya. Ia tak akan mudah ditemukan.



    Namun Ino akan menyelamatkannya tak peduli apapun yang terjadi…



    Karena jika Ino tak dapat menyelamatkan Sai, maka kedatangannya kesini akan menjadi sia-sia.



    Ia dengan susah payah terus berusaha keras melewati lapisan-lapisan hati Sai.



    Shintenshin no Jutsu dapat membuatmu mampu bergerak dalam tubuh seseorang sesuai keinginanmu sendiri, dan caranya adalah dengan memberikan pengaruhmu dari dalam hati orang tersebut. Saat ujian chuunin. Ino telah menyadari hal ini dengan jelas ketika ia dan Sakura berjuang untuk mengontrol hati yang terlemah.



    Saat di Konoha, ia membaca pesan Sai, melihat tulisan tangannya yang berantakan dan kacau, dengan rasa sedih ia tak dapat berharap untuk menggenggamnya. Saat itu, Ino merasakaan penderitaan Sai hingga terasa menyakitkan.



    Saat itu, Ino belum mengetahui tentang Gengo atau genjutsunya atau yang lainnya, namun ia telah bertekad pada dirinya bahwa ia harus pergi. Tentu saja, ia juga ingin menyelamatkan Shikamaru, namun yang memicu Ino untuk bergerak adalah pesan Sai yang tampak menderita.



    Sai, yang selalu mengkhawatirkan kekosongan hatinya sendiri, merasakan penderitaan lebih dari yang lain di bawah genjutsu Gengo. Tak ada yang dapat menyelamatkan Sai dari sana selain Ino.



    Dan itulah mengapa ia bertekad untuk terus menyelam, tak peduli seberapa dalam ia harus pergi.



    Ketika kau menyelam jauh ke dalam hati seseorang, hal pertama yang mungkin terjadi adalah kehadiranmu sendiri yang mulai menjadi kabur.



    Hal terakhir yang mungkin terjadi adalah kesadaranmu akan sepenuhnya hilang di kedalaman itu. Ketika hal itu terjadi, maka tak akan ada jalan untuk kembali.



    Itu merupakan resiko besar yang harus Ino ambil untuk menyelamatkan Sai.



    …Ia ingin berbicara dengannya lebih banyak lagi.



    Sai, yang selalu memberikan senyuman yang menunjukkan rasa kesepiannya, Ino ingin mengenalnya lebih dan lebih lagi.



    Tak mungkin ia meninggalkan Sai di tempat yang penuh kegelapan seperti ini.



    Sesaat kemudian, Ino mulai merasakan sesuatu yang hangat datang dari kegelapan. Sebuah cahaya yang redup…



    Ia melewati sekumpulan chakra. Gabungan dari chakra banyak orang…



    Naruto.



    Sakura.



    Yamato.



    Kakashi.



    Semua shinobi Konoha ada disana.



    Rasanya seperti kobaran api di tengah badai salju.



    Ino menyelam sedikit lagi, matanya mengintip ke dalam kekusutan itu, mencari-cari di antara chakra semua orang.



    Disanalah dia…



    Seseorang yang meringkuk di tengah kehangatan semua orang adalah Sai.



    “Sai!” Ino mati-matian menggapainya. “Disini!”



    Sai melihat ke atas ke arah suara Ino. Kedua matanya merah dan bengkak karena menangis.



    “Ayo.” Ucap Ino.



    “Kita keluar dari sini bersama-sama.”



    “Kau…”



    Ino menggapainya, tangannya akhirnya mendarat di pundak Sai, kuat dan meyakinkan.



    “Ayo.” Ucapnya



    Tepat pada saat itu, Sai tersenyum.



    Ino tak pernah melihatnya tersenyum setulus ini sebelumnya.



    Ino menarik nafas berat dan dalam, seperti baru saja menembus permukaan samudra yang sangat dalam. Ia menghirup udara sebanyak mungkin, tubuhnya benar-benar membutuhkan oksigen.



    Kegelapan telah ia tinggalkan di belakangnya, dan kini yang tampak adalah luapan cahaya.



    Sakura dan Chouji berdiri menjaga mereka. Ino duduk di hadapan Sai yang sedang tertidur.



    “Bagaimana, Ino?”



    Meskipun ia mendengar pertanyaan Chouji, ia terlalu lelah untuk menjawab



    Kepala Sai berada di dekat lutut Ino. Perlahan, ia membuka matanya.



    Sebulum Ino menyadari siapa yang pertama kali menggapai, mereka telah menggenggamkan tangan mereka.



    “Sai.”



    “Kau…” Sai bergumam linglung, mengeratkan genggamannya.



    “Kau yang…”



    “Kau bisa berhenti khawatir sekarang.” Airmata mulai mengalir dari mata Ino.



    “Terima kasih, nona cantik.”



    “Bodoh…”



    Keduanya tersenyum lembut satu sama lain.

    Novel Shikamaru Hiden Chapter 16

    Posted at  January 18, 2017  |  in    |  Read More»






    Dalam waktu sepersekian detik, Temari mengizinkan dirinya untuk merasa lega. Ia mencapai Shikamaru tepat pada waktunya.



    Setelah percakapan dengan Gaara waktu itu, Temari segera menuju Konoha dan bertanya pada Naruto. Ninja berambut pirang itu tak memiliki satupun jawaban untuknya.



    Namun, sama seperti Temari, Naruto merasakan perasaan aneh yang mengatakan ada sesuatu yang tak beres mengenai Shikamaru. Ino dan Chouji juga berunding, dan saat perasaan samar itu menguat menjadi kepastian, Naruto membawa Temari bersamanya untuk pergi dan memaksa Kakashi memberikan jawabannya.



    Pidato Naruto yang mengerikan dan blak-blakan mengganggu Kakashi di satu sisi, sedangkan Temari meminta untuk membawa bala bantuan dari Suna di sisi lain. Dan akhirnya, ia menyerah.



    Dibawah perjanjian bahwa mereka tak akan memperburuk situasinya, shinobi Sunagakure diizinkan untuk bergerak.



    Temari telah membuat perencanaan sebelumnya dengan desanya, sehingga bala bantuannya dapat segera berangkat jika dibutuhkan. Segera setelah mendapatkan izin Kakashi, Temari mengirimkan pesan ke desanya, dan segera berangkat menuju Negeri Sunyi. Dalam perjalanan ia bertemu kelompok shinobi Sunagakure yang dipimpin oleh Gaara.



    Saat mereka tiba di negara itu, mereka mulai mencari orang-orang yang berguna untuk diinterogasi.



    Hingga saat ini, sudah 10 hari sejak Shikamaru berangkat menuju Negeri Sunyi. Temari kehilangan akal karena terburu-buru, dan interogasinya berjalan lebih buruk. Tak lama, seorang pria yang menyebut dirinya ‘Yang Tercerahkan’ tak sengaja menyebutkan bahwa shinobi dari Konohagakure telah di tahan di istana negara itu.



    Segera setelah ia mengetahuinya, semuanya berjalan dengan mudah.



    Mereka menyusup ke dalam istana dengan perisai pasir yang diciptakan Gaara. Temari memimpin armada kecilnya menuruni koridor, menjatuhkan para penjaga sebelum mereka dapat mengirim alarm peringatan, dan perlahan menyelinap menuju aula utama. Semua berlangsung pada waktu yang tepat, tepat saat Shikamaru hampir menyerahkan kesetiannya pada Gengo.



    Pada detik Temari melihat Shikamaru seperti dipengaruhi ucapan Gengo tentang shinobi yang memimpin dunia, ia kehilangan seluruh kontrol dirinya.



    Shikamaru bukan jenis pria yang akan tergoyahkan oleh sampah seperti itu



    Saat Temari men-summon anginnya untuk menerbangkan pintu aula itu dan menyerbu ke dalam, tubuhnya tak sedang diperintah olehnya. Ia dipenuhi oleh kemarahan yang murni.



    Mendengar bahwa itu hanya merupakan genjutsu telah membuatnya merasa lega…



    Setelah terbangun, Shikamaru kembali menjadi pria yang dikenalnya. Ia menghadapi Gengo dengan hidung yang berdarah dan mata malasnya, dan hanya melihatnya sudah cukup membuat Temari merasa semuanya hingga saat ini tidak sia-sia.



    “Kau tidak seharusnya begitu pelupa disaat seperti ini.”



    Seorang shinobi Konoha yang mengatakannya, dengan senyum kaku di wajahnya. Kuas yang tergenggam di tangannya telah mengidupkan harimau serta serigala yang tak terhitung jumlahnya hingga detik ini. Saat ini, ia men-summon seekor harimau putih yang menyeramkan. Diantara semua hewan tinta yang telah di-summon-nya, yang satu ini terlihat paling ganas.



    Jika ia mengingatnya dengan benar, pria ini bernama Sai…



    Teman satu tim Naruto dan Sakura.



    “Pelupa? Aku tidak melakukan serangan yang sama berkali-kali.” Temari bergumam pelan, dan mengayunkan kipas perangnya, seluruh tubuhnya memutar mengikuti gerakannya.



    Angin dari kipasnya berubah menjadi seekor musang bersabit: Kamatari. Ia (Kamatari) memutar dan menggerakkan tubuhnya mengikuti arah angin, menerjang ke arah harimau itu dan menyayat lehernya dengan sabitnya. Harimau Sai kembali menjadi tinta tak bernyawa, jatuh ke tanah.



    “Sungguh mengagumkan bagaimana kau tidak memiliki sedikitpun keraguan.” Komentar Sai.



    Temari berbalik ke arah suara itu datang.



    Menghilang!



    'Kapan dia menghilang, dan kemana?'



    Ia bahkan tak memiliki waktu untuk mengikuti gerakan Sai dengan matanya…



    “Shinobi yang dapat melihat ke dalam Jutsu Teleportasi Tinta…tak pernah ada.”



    Sai telah berteleportasi tepat dibelakangnya.



    Ia pasti akan bergerak untuk menikamnya.



    Temari tak akan bisa berbalik tepat pada waktunya.



    'Kiri atau kanan?'



    “Oh, sial!”



    Ia harus berspekulasi.



    Diam-diam berharap pisau itu tak mengikutinya, Temari menggeser tubuhnya ke kanan. Cakar harimau mengayun ke arahnya, menggores alis kirinya.



    “Terlalu naif.” Suara Sai yang dingin cukup bagi udara dingin untuk menjalar ke tulang belakang Temari.



    'Kapan dia berteleportasi ke depannya?'



    “Sial!”



    Temari mengayunkan kipasnya ke samping tubuhnya sebagai perisai. Kipasnya telah diciptakan agar susunannya cukup kuat untuk menangkis pisau besi. Ia sepenuhnya terlindungi dari senjata seperti kunai.



    Namun…



    “Guh!”



    Temari terjatuh tepat dimana ia berdiri, nyeri yang tajam menembus melewati perutnya.



    “Manipulasi chakra… Itu merupakan keahlianku.” Ucap Sai dengan suara yang hampa dan tak bersalah.



    Kunai yang dipegangnya telah menembus langsung kipas perang Temari dan mencapai perutnya.



    Ada sesuatu yang samar-samar melingkar disekitar senjata itu, seperti kabut.



    Chakra.



    Ia mengelilingi kunainya dengan chakra yang sangat tebal hingga kau dapat melihatnya. Kekuatan dan ketajaman pisau itu pasti telah meningkat sepuluh kali lipat…



    “Tak peduli seberapa keras kalian melawan, tak satupun dari kalian yang dapat menandingi Gengo-sama.” Ucap Sai.



    “Pada akhirnya, kami para Kakusha lah yang akan mengendalikan dunia ini.”



    “Apa itu…benar-benar yang kau inginkan?”



    “Ya.” Sai membiarkan sebuah senyum menghiasi wajahnya.



    Ia tak tampak seperti berada dalam genjutsu. Keyakinan yang tak tergoyahkan pada Gengo tergambar dengan jelas di wajah Sai.



    Namun…



    “Baiklah, lalu…” Ucap Temari susah payah.



    “Kenapa kau menangis?”



    Setetes air mata lolos dari mata kanan Sai tak luput dari pengamatan Temari.



    Di dalam hatinya, Sai berada dalam pertentangan.



    “Aku tidak menangis.” Sai menggertak, dan mencengkram kunainya lebih erat, bersiap untuk serangan akhir.



    Temari menahan nafasnya.



    “KUATKAN DIRIMU DAN BANGUUUUUUUUUUUUUUUUUUUNNNNNNNNNN!”



    Tiba-tiba, Sai terlempar oleh serangan seorang kunoichi. Ia terhempas dari pandangan Temari seluruhnya, kunai yang menusuknya bergemerincing di lantai.



    “Apa kau baik-baik saja?” Kunoichi itu bertanya sembari membantu posisi Temari yang tumbang.



    “Sa…Sakura?”



    “Bertahanlah, jangan bicara sekarang.” Ucap Sakura.



    “Aku akan menutup luka di perutmu.”



    Chakra mengelilingi tangan kunoichi itu saat ia menekan lembut luka terbuka Temari. Gelombang chakra yang hangat itu dengan lembut menyelimuti perutnya.



    “Tunggu…Sai?”



    “Tidak apa-apa, pasukan kami yang menanganinya.”



    “Eh?” Temari mengalihkan pandangan ke arah Sai yang sedang terlempar.



    Seseorang menahan Sai di tempat dimana ia dilempar oleh Sakura.



    Raksasa…



    Tak salah lagi. Pria raksasa itu adalah sahabat Shikamaru.



    “Chouji!”



    Seorang kunoichi berambut panjang berteriak di belakangnya.



    “Tetap tahan dia seperti itu!”



    “Shikamaru dalam bahaya, tapi shinobi Konoha tidak bergerak untuk membantunya.”



    Sakura meniru komentar seorang penduduk sambil menyembuhkan perut Temari.



    “Akan terasa begitu menyakitkan jika keadaannya berubah seperti itu, jadi …”



    Ada dua shinobi berdiri di belakang Sakura, keduanya dipenuhi luka. Yang satu merupakan pria paruh baya dengan wajah menakutkan. Yang satunya lagi merupakan perempuan yang bertahun-tahun lebih muda dari Temari.



    Temari mengeratkan giginya melawan rasa sakit karena lukanya, dan kembali berbicara pada Sakura.



    “Dia berada…dibawah genjutsu …”



    “Tenang saja,” Sakura meyakinkannya,



    “Kami sudah mendengarnya dari mereka berdua.”



    Kedua shinobi di belakangnya mengangguk menegaskan kata-katanya.



    “Baiklah! Semuanya sudah siap!”



    Kunoichi berambut panjang berteriak pada Chouji, menyatukan telapak tangannya.



    Sai berusaha memberontak dibawah tubuh raksasa Chouji, wajahnya penuh hasrat ingin membunuh. Ia menggeram mengeratkan giginya, cahaya bersinar pada gigi taringnya.



    “Ninpou – Shintenshin no Jutsu!” Kunoichi berambut panjang itu berteriak.



    “Selama jutsu Ino bekerja, semuanya akan baik-baik saja.” Gumam Sakura.



    Chouji membebaskan Sai, mundur.



    Sai bangkit.



    Semua itu terjadi seketika.



    Seperti kilatan petir, getaran keras memasuki tubuh Sai, dan ia berhenti bergerak. Di hadapannya, dalam satu garis simetris, tubuh Ino juga menjadi kaku.



    “Ahh, sudah. Sudah tidak apa-apa sekarang.” Sakura perlahan menyingkirkan tangannya



    Rasa sakit di perut Temari sudah menghilang sepenuhnya.



    ⁰ₒ⁰

    Ino menyelam dalam kegelapan. Lebih dalam dan lebih dalam lagi.



    Ia masih belum menemukan Sai.



    Tak peduli seberapa dalam ia terus menyelam, semua yang mengelilinginya adalah tinta hitam yang pekat.



    Bagaimanapun, ini adalah Sai. Pada dasarnya ia tak sepenuhnya menyadari siapa dirinya yang sebenarnya. Ia tak akan mudah ditemukan.



    Namun Ino akan menyelamatkannya tak peduli apapun yang terjadi…



    Karena jika Ino tak dapat menyelamatkan Sai, maka kedatangannya kesini akan menjadi sia-sia.



    Ia dengan susah payah terus berusaha keras melewati lapisan-lapisan hati Sai.



    Shintenshin no Jutsu dapat membuatmu mampu bergerak dalam tubuh seseorang sesuai keinginanmu sendiri, dan caranya adalah dengan memberikan pengaruhmu dari dalam hati orang tersebut. Saat ujian chuunin. Ino telah menyadari hal ini dengan jelas ketika ia dan Sakura berjuang untuk mengontrol hati yang terlemah.



    Saat di Konoha, ia membaca pesan Sai, melihat tulisan tangannya yang berantakan dan kacau, dengan rasa sedih ia tak dapat berharap untuk menggenggamnya. Saat itu, Ino merasakaan penderitaan Sai hingga terasa menyakitkan.



    Saat itu, Ino belum mengetahui tentang Gengo atau genjutsunya atau yang lainnya, namun ia telah bertekad pada dirinya bahwa ia harus pergi. Tentu saja, ia juga ingin menyelamatkan Shikamaru, namun yang memicu Ino untuk bergerak adalah pesan Sai yang tampak menderita.



    Sai, yang selalu mengkhawatirkan kekosongan hatinya sendiri, merasakan penderitaan lebih dari yang lain di bawah genjutsu Gengo. Tak ada yang dapat menyelamatkan Sai dari sana selain Ino.



    Dan itulah mengapa ia bertekad untuk terus menyelam, tak peduli seberapa dalam ia harus pergi.



    Ketika kau menyelam jauh ke dalam hati seseorang, hal pertama yang mungkin terjadi adalah kehadiranmu sendiri yang mulai menjadi kabur.



    Hal terakhir yang mungkin terjadi adalah kesadaranmu akan sepenuhnya hilang di kedalaman itu. Ketika hal itu terjadi, maka tak akan ada jalan untuk kembali.



    Itu merupakan resiko besar yang harus Ino ambil untuk menyelamatkan Sai.



    …Ia ingin berbicara dengannya lebih banyak lagi.



    Sai, yang selalu memberikan senyuman yang menunjukkan rasa kesepiannya, Ino ingin mengenalnya lebih dan lebih lagi.



    Tak mungkin ia meninggalkan Sai di tempat yang penuh kegelapan seperti ini.



    Sesaat kemudian, Ino mulai merasakan sesuatu yang hangat datang dari kegelapan. Sebuah cahaya yang redup…



    Ia melewati sekumpulan chakra. Gabungan dari chakra banyak orang…



    Naruto.



    Sakura.



    Yamato.



    Kakashi.



    Semua shinobi Konoha ada disana.



    Rasanya seperti kobaran api di tengah badai salju.



    Ino menyelam sedikit lagi, matanya mengintip ke dalam kekusutan itu, mencari-cari di antara chakra semua orang.



    Disanalah dia…



    Seseorang yang meringkuk di tengah kehangatan semua orang adalah Sai.



    “Sai!” Ino mati-matian menggapainya. “Disini!”



    Sai melihat ke atas ke arah suara Ino. Kedua matanya merah dan bengkak karena menangis.



    “Ayo.” Ucap Ino.



    “Kita keluar dari sini bersama-sama.”



    “Kau…”



    Ino menggapainya, tangannya akhirnya mendarat di pundak Sai, kuat dan meyakinkan.



    “Ayo.” Ucapnya



    Tepat pada saat itu, Sai tersenyum.



    Ino tak pernah melihatnya tersenyum setulus ini sebelumnya.



    Ino menarik nafas berat dan dalam, seperti baru saja menembus permukaan samudra yang sangat dalam. Ia menghirup udara sebanyak mungkin, tubuhnya benar-benar membutuhkan oksigen.



    Kegelapan telah ia tinggalkan di belakangnya, dan kini yang tampak adalah luapan cahaya.



    Sakura dan Chouji berdiri menjaga mereka. Ino duduk di hadapan Sai yang sedang tertidur.



    “Bagaimana, Ino?”



    Meskipun ia mendengar pertanyaan Chouji, ia terlalu lelah untuk menjawab



    Kepala Sai berada di dekat lutut Ino. Perlahan, ia membuka matanya.



    Sebulum Ino menyadari siapa yang pertama kali menggapai, mereka telah menggenggamkan tangan mereka.



    “Sai.”



    “Kau…” Sai bergumam linglung, mengeratkan genggamannya.



    “Kau yang…”



    “Kau bisa berhenti khawatir sekarang.” Airmata mulai mengalir dari mata Ino.



    “Terima kasih, nona cantik.”



    “Bodoh…”



    Keduanya tersenyum lembut satu sama lain.

    0 comments:





    Pertempuran sengit berlangsung di sekitar Shikamaru. Di tengah suara dentingan pisau dan seruan pertempuran, ia memberikan tatapan tajamnya pada Gengo.

    “Lalu apakah maksudmu kau tak peduli tentang penindasan shinobi?!” Teriak Gengo, urat kemarahan muncul di pelipisnya.

    Sikap pria yang angkuh, serba tahu sesaat lalu itu tak terlihat dimanapun. Apa itu karena Shikamaru telah terlepas dari genjutsu? Tidak, itu tak mungkin alasannya. Gengo begitu gelisah, tak ada satupun partikel ketenangan yang tersisa dalam dirinya.

    “Apa yang membuatmu kehilangan akalmu?” Tanya Shikamaru.

    “Ap-apa?”

    “Yah, kau terlihat sangat putus asa dan itu sangat menyedihkan.”

    “Siapa yang…”

    Suara Gengo melemah menjadi gumaman tak terkontrol. Suaranya terdengar seperti erangan kesakitan yang melewati gertakan giginya.

    “Dengar, kita adalah shinobi yang memiliki kekuatan yang tak dimiliki manusia, itu adalah hal yang ditakuti oleh manusia biasa. Ketakutan berubah menjadi diskriminasi yang berujung pada penindasan. Dalam keadaan ini, shinobi perlahan akan terus dan terus menderita.”

    “Kau tahu, aku…”

    Shikamaru memiringkan kepalanya ke kiri, menderakkan lehernya. Ia terus mengawasi Gengo.

    “Aku rasa akan lebih baik jika konsep ‘shinobi’ tidak lagi ada.”

    “Ap-apa yang kau katakan?!”



    “Ada apa dengan reaksi itu? Bukankah kau sudah menyerah untuk menjadi shinobi?”

    “…”

    Lagi, Gengo bergumam tak jelas pada dirinya sendiri. Ia terlihat begitu konyol sehingga mulut Shikamaru bergerak tersenyum.

    “Shinobi akhirnya telah bersatu menjadi sebuah aliansi.”
    Shikamaru melanjutkan.

    “Selama Persatuan Shinobi terus berjalan seperti ini, maka secepatnya, semua peperangan akan berakhir.”

    “J-jangan berbicara seakan itu merupakan hal mudah…”

    “Kau tidak akan tahu jika kau tidak pernah mencoba.”

    Tangan Gengo bergerak ke belakang punggungnya, seperti sedang meraih sesuatu…

    Sebuah kunai.

    Shikamaru yang sebelumnya merasa tenang hingga saat ini, kini menjadi tegang. Ia kehilangan semua senjatanya saat dipenjarakan Gengo. Ia tak memiliki apapun untuk mempertahankan dirinya-

    “Shikamaru!” Teriak Temari.

    Ia berbalik ke arah suara Temari. Ia melihat sesuatu melayang di udara dan menuju ke arahnya. Saat benda itu mendekat ke jangkauan tangannya, Shikamaru menggapai dan menangkapnya dengan tangan kanannya.

    Kunai…

    Ia mendengar suara tawa Temari, senang karena ia berhasil menangkapnya.

    Semua ini terjadi secepat satu kedipan mata.

    Saat Shikamaru berbalik setelah menangkap kunai untuk menghadapi lawannya, Gengo telah melompat ke arahnya.

    Shikamaru juga menerjangnya.

    Kunai mereka beradu di udara, percikan api muncul sebagai dampaknya. Keduanya menegangkan pergelangan mereka dan mencoba untuk menangkis serangan lawannya.

    “Bukankah karena adanya pertarungan di dunia ini maka orang-orang seperti kita menjadi shinobi?” Komentar Shikamaru.

    “Anak kurang ajar…” Suara Gengo berubah kasar.

    Dengan kecepatan yang sama, keduanya melompat ke belakang untuk membuat jarak di antara mereka.

    Mereka mendarat pada jarak yang sama saat mereka mulai bertarung, menjaga pegangan erat pada kunai mereka dan sikap siap di tubuh mereka, menatap tajam satu sama lain.

    Kaki Shikamaru menyentak ke tanah saat ia bergerak untuk menerjang lawannya lagi.

    Ia mengayunkan kunainya dengan hasrat haus darah ke arah kepala Gengo.

    Namun, hasrat mereka sama. Kunai Gengo juga melayang ke arah wajahnya.

    Shikamaru menyentakkan kepala untuk menghindarinya, namun ia masih dapat merasakan kunai itu melukai pipinya dalam bentuk garis lurus yang jelas, melihat darah memancar dalam bentuk percikan berwarna crimson.

    Matanya juga dapat melihat luka yang berdarah di pipi Gengo.

    Lengan kiri Shikamaru bergerak, dan menangkap pergelangan kanan Gengo–yang memegang kunai- dengan cengkraman yang kuat. Akan menjadi situasi yang lebih baik jika Gengo tak melakukan hal yang sama. Mereka berdua terkunci, keduanya menggunakan tangan mereka yang tak memegang senjata untuk menahan pergelangan mereka yang bersenjata.

    “Langkah pertama untuk mengakhiri peperangan itu…adalah Persatuan Shinobi.” Gertak Shikamaru.

    “Pertama-tama shinobi harus bersatu. Kemudian ruang lingkup kami akan meluas untuk merangkul Daimyou dan juga para penduduk. Selama dunia kita bersatu, maka orang-orang tak perlu lagi menjadi shinobi. Meskipun jika tidak terjadi di kehidupanku, maka hal itu akan terjadi di kehidupan anak-anakku, atau di kehidupan cucu-cucuku…suatu hari nanti, shinobi tidak akan ada lagi.”

    “Tidaklah mudah di dunia ini untuk mengubah impian menjadi nyata.” Ucap Gengo.

    “Bukankah rencanamu juga merupakan sebuah impian?”

    Sudut mulut Gengo terangkat membentuk lengkungan kaku yang aneh. Penampakan di wajahnya terlalu jahat untuk disebut sebagai senyuman.

    “Sudah kukatakan sebelumnya,” Ucap Shikamaru.

    “Kau takkan bisa menenggelamkanku ke dalam genjutsu.”

    “Baiklah, kalau begitu dengarkan, Shikamaru”. Ucap Gengo,

    “Sesuatu yang disebut ‘impian’ hanya akan bernilai jika kemungkinan untuk menjadikannya nyata tinggi. Impian yang kau katakan tadi adalah hal yang mustahil seperti menangkap awan. Perbedaan antara impianmu dan impianku bagaikan langit dan bumi.”

    “Kau ini bodoh ya?” Ujar Shikamaru.

    “Pecundang yang sebenarnya adalah dia yang tak menyadari kebodohannya.”

    “Yeah, dan itulah mengapa aku menyebutmu bodoh.”

    Sebuah senyum yang tidak kentara bergetar di sudut mulut Gengo.

    Tiba-tiba, Gengo menggerakkan lengan kirinya, dengan ganas memutar pergelangan kanan Shikamaru di sekitar sendinya. Pergelangannya merasakan sakit yang teramat sangat.

    Pergelangan Shikamaru terkunci, dan cengkramannya pada lengan Gengo melemah. Gengo mengarahkan kunainya ke leher Shikamaru, menyeretnya lebih dekat dan lebih dekat lagi.

    Ia tak punya waktu lagi untuk menghindarinya.

    Shikamaru memutar tubuhnya ke arah yang sama dengan arah Gengo memutar pergelangannya, dan menghentakkan tanah dengan kakinya. Lengan kanan Gengo yang bersenjata memutar ke arah yang berlawanan dengan lompatan Shikamaru, dan ia mampu menghindari kunai itu. Di udara, Shikamaru menggunakan kakinya untuk memberi tendangan yang keras pada puncak kepala Gengo.

    Tangan Gengo melepas pergelangan Shikamaru sehingga ia dapat melindungi kepalanya dengan lengannya. Shikamaru memberikan tendangan kuat lainnya ke arah lengan Gengo kali ini, dan mendengar suara berderak dari tulang di dalamnya.

    Itu tak berakhir disini.

    Shikamaru mendarat di tanah dan menggunakan kesempatannya, mengayunkan kaki yang satunya memutar dan menendang Gengo tepat di sampingnya.

    Gengo terhuyung mundur satu langkah.

    Shikamaru masih belum berhenti. Ia menggerakkan kaki kirinya dan dalam satu tendangan mulus, menyapu kaki Gengo dari bawah.

    Shishi Rendan milik Uchiha Sasuke, Uzumaki Naruto Rendan milik Naruto. Serangan Shikamaru meniru gerakan itu.

    Ia melakukannya dengan baik, jika mengatakan pada dirinya sendiri.

    Gengo terjatuh ke tanah.

    Shikamaru dengan cepat berada di atasnya, menahannya ke bawah sambil menekankan kunai ke tenggorokannya. Jika Gengo bergerak sedikit saja, maka Shikamaru akan membunuhnya tanpa ragu.

    “Ke-kenapa kata-kataku tak mempengaruhi pikiranmu?” Gengo tersedak.

    “Hey, kau tahu bahwa genjutsu hanya bekerja jika terdapat titik lemah pada hati seseorang.”

    “Sejak wanita itu muncul.” Sembur Gengo,

    “Perubahan sikapmu yang mendadak telah menunjukkan bahwa hatimu penuh dengan kelemahan, iya kan?!”

    “Kau benar-benar orang bodoh, huh…” Shikamaru menghela nafas, sebelum tersenyum.

    “Hatiku penuh dengan titik lemah. Tidak…tidak ada yang lain kecuali titik lemah. Justru karena aku mempunyai semua kelemahan itu, tak ada satupun tempat yang bisa kau susupi. Lagipula, seseorang berpikiran tertutup sepertimu mungkin tidak akan mengerti maksudku.”

    “H-hal seperti itu…tak mungkin…”

    “Kau harus menerimanya, dengan keadaan seperti ini. Kata-katamu tidak akan mempengaruhiku lagi.”

    Keringat dingin mengalir di kening Gengo.

    “Sejujurnya, aku tidak ingin melakukan hal seperti ini.”

    Ucap Shikamaru, lebih berbicara pada dirinya sendiri daripada Gengo. “Aku lebih menyukai untuk hidup dalam kehidupan yang normal. Tapi…”

    Selalu ada perasaan menyesal tentang hidupnya yang sedikit menjalar di sudut hati Shikamaru…

    Namun kini, perasaan itu hilang sepenuhnya.

    Ia telah membuat keputusannya.

    “Tampaknya aku bukan seseorang yang bisa hidup dalam kehidupan seperti itu.”

    ‘Orang-orang membutuhkanku, jadi aku tak punya pilihan selain melakukan ini.’

    Shikamaru telah jatuh ke dalam kondisinya yang sekarang karena setelah bertahun-tahun, perasaannya tentang ‘tak memiliki pilihan’ telah berkembang lebih besar dan lebih besar lagi. Semua hal mulai berjalan tak sesuai di dalam hatinya. Ia terus mempertahankan sikapnya yang menyalahkan orang lain karena kehidupan yang dijalaninya, dan menjadi setengah hati serta tidak puas dengan semuanya.

    Ia telah membuat kesalahan yang serius.

    Karena orang yang akan mulai mengemasi mimpinya…tak lain adalah diri Shikamaru sendiri.

    Mimpinya, untuk hidup biasa-biasa saja, takkan pernah terwujud.

    Tapi ia tak masalah dengan itu.

    Bagaimanapun, ia telah menemukan sebuah mimpi yang baru…

    “Aku akan menghabiskan seluruh hidupku untuk membangun dunia sehingga orang-orang dapat menjalani kehidupannya. Sehingga orang-orang yang mengatakan bahwa mereka ingin hidup dengan nyaman dapat melakukannya selama mungkin.” Ucap Shikamaru.

    “Aku akan menghentikan perang, dan mempersatukan seluruh negara. Dan aku akan membuat tempat untuk mereka, orang-orang biasa yang tak memiliki mimpi lain selain menjalani kehidupan yang normal dan sederhana.”

    Seorang pria biasa akan melindungi kebahagiaan yang orang-orang temukan dari hidup dalam kehidupan yang biasa.

    Itu merupakan mimpi yang cocok untuknya, dan Shikamaru merasa puas dengan itu.

    Demi mewujudkan mimpinya, ia akan menjadikan Naruto Hokage dan ia akan menjadi guru dari Mirai, dan jika hasil dari mimpinya itu adalah menjadi shinobi yang baik, yang tak akan mempermalukan ayahnya atau Asuma, maka ia akan bahagia dengan itu.

    Hingga kini, Shikamaru merasakan prioritasnya terbalik. Ia merasakan tekanan dari dunia luar, dan membatasi dirinya, menjalani kehidupannya dengan pemikiran yang konstan agar tak menjadi hal yang memalukan. Itulah mengapa ia memaksa dirinya bekerja keras, memaksakan dirinya hingga lelah.

    Namun dunia tak seharusnya mengatakan padamu apa yang seharusnya menjadi mimpimu. Mimpimu sendirilah yang seharusnya dapat meraih dan menghubungkannya dengan dunia.

    “Aku akhirnya telah menyingkirkan keraguanku.” Ucap Shikamaru

    “Lalu kenapa (jika kau telah menyingkirkannya)?” Suara yang lirih datang dari belakangnya.

    Hasrat membunuh.

    Shikamaru melompat dari Gengo, dan hampir terkena cakar harimau yang mengayun menuju kepalanya.

    Seekor harimau tinta…

    “Aku tidak akan membiarkanmu membunuh Gengo-sama hanya untuk sebuah impian pemalas.“ Ucap Sai, berdiri di depan Shikamaru dengan kuas dan gulungan di tangannya.

    “Sai…”

    “Gengo-sama! Cepat, paksakan kehendakmu kepada para shinobi Sunagakure bodoh itu.”

    “Baiklah.” Gengo mengangguk, dengan cepat berlari menaiki tangga menuju singgasana. Ia mengangkat kedua tangannya.

    “Dengar, semuanya!”

    Ia sedang mempersiapkan pidatonya yang memuat chakra.

    “Seolah aku akan membiarkanmu!” Shikamaru berlari menuju tangga, namun Sai mengahadang jalannya.

    “Aku tidak akan membiarkanmu mengganggu tindakan Gengo-sama!”

    Kuas sai bergerak di atas gulungannya dengan kecepatan kilat, dan harimau tinta lainnya menjadi nyata.

    “Ayo!”

    Harimau yang baru begitu juga harimau yang telah menyerang kepala Shikamaru sesaat tadi, keduanya melompat menyerangnya.

    Gengo berbicara dengan suara keras diatas podium. Jika Shikamaru tak menghentikannya, maka ia akan menenggelamkan seluruh shinobi Sunagakure ke dalam genjutsu dan membekukan gerakan mereka di tempat.

    Tiba-tiba, Shikamaru mendapatkan ide.

    “Dengar, Temari!” Meskipun ia tak mengetahui dimana posisi pasti Temari, ia tetap memanggilnya.

    “Pria itu menenggelamkan orang-orang ke dalam genjutsu dengan kata-katanya! Tenggelamkan suaranya dengan anginmu!”

    “Dimengerti!” Jawaban keras Temari terdengar dari jarak yang sangat dekat.

    Setelah itu, angin topan demi angin topan muncul, angin yang sangat kencang menerjang bebas di sepanjang ruangan itu. Kata-kata Gengo sepenuhnya ditelan oleh angin kencang Temari.

    Saat menghindari serangan dari harimau-harimau Sai, Shikamaru melirik ke arah singgasana di puncak tangga. Gengo telah menyadari bahwa kata-katanya tidak akan berefek jika mereka tak mendengarnya, dan kini mencoba untuk melarikan diri.

    “Sialan…” Shikamaru mencoba berlari menaiki tangga, namun harimau tinta Sai menghadang jalannya.

    “Aku tidak akan membiarkanmu lewat.”

    “Sai, sudah cukup! Sadarlah!”

    “Orang yang seharusnya ‘sadar’ adalah kau dan yang lainnya.”

    Tak ada gunanya, Sai terjebak sepenuhnya dalam cengkraman genjutsu Gengo.

    Tiba-tiba, salah satu angin topan yang menyebabkan kekacauan di sekitar ruangan itu menerjang dari belakang Shikamaru, dan harimau tinta Sai hancur menjadi kabut tinta hitam.

    Temari melompat ke tengah Shikamaru dan Sai.

    “Serahkan padaku, kejar si br*****k itu!” Perintahnya.

    “Temari…..”

    “Kau bisa berterima kasih padaku nanti, cepat pergi!”

    “Baiklah.” Ucap Shikamaru, dan mulai berlari menaiki tangga.

    “Berhenti disana, Shikamaru!” Teriak Sai.

    “Oh, kau tidak bisa.” Ucap Temari, dan membuka kipas perangnya.

    “Lawanmu adalah aku.”

    Shikamaru hanya mengizinkan dirinya menoleh ke arah mereka berdua satu kali, sebelum memfokusan dirinya kembali untuk berlari menaiki tangga.

    Novel Shikamaru Hiden Chapter 15

    Posted at  January 18, 2017  |  in    |  Read More»





    Pertempuran sengit berlangsung di sekitar Shikamaru. Di tengah suara dentingan pisau dan seruan pertempuran, ia memberikan tatapan tajamnya pada Gengo.

    “Lalu apakah maksudmu kau tak peduli tentang penindasan shinobi?!” Teriak Gengo, urat kemarahan muncul di pelipisnya.

    Sikap pria yang angkuh, serba tahu sesaat lalu itu tak terlihat dimanapun. Apa itu karena Shikamaru telah terlepas dari genjutsu? Tidak, itu tak mungkin alasannya. Gengo begitu gelisah, tak ada satupun partikel ketenangan yang tersisa dalam dirinya.

    “Apa yang membuatmu kehilangan akalmu?” Tanya Shikamaru.

    “Ap-apa?”

    “Yah, kau terlihat sangat putus asa dan itu sangat menyedihkan.”

    “Siapa yang…”

    Suara Gengo melemah menjadi gumaman tak terkontrol. Suaranya terdengar seperti erangan kesakitan yang melewati gertakan giginya.

    “Dengar, kita adalah shinobi yang memiliki kekuatan yang tak dimiliki manusia, itu adalah hal yang ditakuti oleh manusia biasa. Ketakutan berubah menjadi diskriminasi yang berujung pada penindasan. Dalam keadaan ini, shinobi perlahan akan terus dan terus menderita.”

    “Kau tahu, aku…”

    Shikamaru memiringkan kepalanya ke kiri, menderakkan lehernya. Ia terus mengawasi Gengo.

    “Aku rasa akan lebih baik jika konsep ‘shinobi’ tidak lagi ada.”

    “Ap-apa yang kau katakan?!”



    “Ada apa dengan reaksi itu? Bukankah kau sudah menyerah untuk menjadi shinobi?”

    “…”

    Lagi, Gengo bergumam tak jelas pada dirinya sendiri. Ia terlihat begitu konyol sehingga mulut Shikamaru bergerak tersenyum.

    “Shinobi akhirnya telah bersatu menjadi sebuah aliansi.”
    Shikamaru melanjutkan.

    “Selama Persatuan Shinobi terus berjalan seperti ini, maka secepatnya, semua peperangan akan berakhir.”

    “J-jangan berbicara seakan itu merupakan hal mudah…”

    “Kau tidak akan tahu jika kau tidak pernah mencoba.”

    Tangan Gengo bergerak ke belakang punggungnya, seperti sedang meraih sesuatu…

    Sebuah kunai.

    Shikamaru yang sebelumnya merasa tenang hingga saat ini, kini menjadi tegang. Ia kehilangan semua senjatanya saat dipenjarakan Gengo. Ia tak memiliki apapun untuk mempertahankan dirinya-

    “Shikamaru!” Teriak Temari.

    Ia berbalik ke arah suara Temari. Ia melihat sesuatu melayang di udara dan menuju ke arahnya. Saat benda itu mendekat ke jangkauan tangannya, Shikamaru menggapai dan menangkapnya dengan tangan kanannya.

    Kunai…

    Ia mendengar suara tawa Temari, senang karena ia berhasil menangkapnya.

    Semua ini terjadi secepat satu kedipan mata.

    Saat Shikamaru berbalik setelah menangkap kunai untuk menghadapi lawannya, Gengo telah melompat ke arahnya.

    Shikamaru juga menerjangnya.

    Kunai mereka beradu di udara, percikan api muncul sebagai dampaknya. Keduanya menegangkan pergelangan mereka dan mencoba untuk menangkis serangan lawannya.

    “Bukankah karena adanya pertarungan di dunia ini maka orang-orang seperti kita menjadi shinobi?” Komentar Shikamaru.

    “Anak kurang ajar…” Suara Gengo berubah kasar.

    Dengan kecepatan yang sama, keduanya melompat ke belakang untuk membuat jarak di antara mereka.

    Mereka mendarat pada jarak yang sama saat mereka mulai bertarung, menjaga pegangan erat pada kunai mereka dan sikap siap di tubuh mereka, menatap tajam satu sama lain.

    Kaki Shikamaru menyentak ke tanah saat ia bergerak untuk menerjang lawannya lagi.

    Ia mengayunkan kunainya dengan hasrat haus darah ke arah kepala Gengo.

    Namun, hasrat mereka sama. Kunai Gengo juga melayang ke arah wajahnya.

    Shikamaru menyentakkan kepala untuk menghindarinya, namun ia masih dapat merasakan kunai itu melukai pipinya dalam bentuk garis lurus yang jelas, melihat darah memancar dalam bentuk percikan berwarna crimson.

    Matanya juga dapat melihat luka yang berdarah di pipi Gengo.

    Lengan kiri Shikamaru bergerak, dan menangkap pergelangan kanan Gengo–yang memegang kunai- dengan cengkraman yang kuat. Akan menjadi situasi yang lebih baik jika Gengo tak melakukan hal yang sama. Mereka berdua terkunci, keduanya menggunakan tangan mereka yang tak memegang senjata untuk menahan pergelangan mereka yang bersenjata.

    “Langkah pertama untuk mengakhiri peperangan itu…adalah Persatuan Shinobi.” Gertak Shikamaru.

    “Pertama-tama shinobi harus bersatu. Kemudian ruang lingkup kami akan meluas untuk merangkul Daimyou dan juga para penduduk. Selama dunia kita bersatu, maka orang-orang tak perlu lagi menjadi shinobi. Meskipun jika tidak terjadi di kehidupanku, maka hal itu akan terjadi di kehidupan anak-anakku, atau di kehidupan cucu-cucuku…suatu hari nanti, shinobi tidak akan ada lagi.”

    “Tidaklah mudah di dunia ini untuk mengubah impian menjadi nyata.” Ucap Gengo.

    “Bukankah rencanamu juga merupakan sebuah impian?”

    Sudut mulut Gengo terangkat membentuk lengkungan kaku yang aneh. Penampakan di wajahnya terlalu jahat untuk disebut sebagai senyuman.

    “Sudah kukatakan sebelumnya,” Ucap Shikamaru.

    “Kau takkan bisa menenggelamkanku ke dalam genjutsu.”

    “Baiklah, kalau begitu dengarkan, Shikamaru”. Ucap Gengo,

    “Sesuatu yang disebut ‘impian’ hanya akan bernilai jika kemungkinan untuk menjadikannya nyata tinggi. Impian yang kau katakan tadi adalah hal yang mustahil seperti menangkap awan. Perbedaan antara impianmu dan impianku bagaikan langit dan bumi.”

    “Kau ini bodoh ya?” Ujar Shikamaru.

    “Pecundang yang sebenarnya adalah dia yang tak menyadari kebodohannya.”

    “Yeah, dan itulah mengapa aku menyebutmu bodoh.”

    Sebuah senyum yang tidak kentara bergetar di sudut mulut Gengo.

    Tiba-tiba, Gengo menggerakkan lengan kirinya, dengan ganas memutar pergelangan kanan Shikamaru di sekitar sendinya. Pergelangannya merasakan sakit yang teramat sangat.

    Pergelangan Shikamaru terkunci, dan cengkramannya pada lengan Gengo melemah. Gengo mengarahkan kunainya ke leher Shikamaru, menyeretnya lebih dekat dan lebih dekat lagi.

    Ia tak punya waktu lagi untuk menghindarinya.

    Shikamaru memutar tubuhnya ke arah yang sama dengan arah Gengo memutar pergelangannya, dan menghentakkan tanah dengan kakinya. Lengan kanan Gengo yang bersenjata memutar ke arah yang berlawanan dengan lompatan Shikamaru, dan ia mampu menghindari kunai itu. Di udara, Shikamaru menggunakan kakinya untuk memberi tendangan yang keras pada puncak kepala Gengo.

    Tangan Gengo melepas pergelangan Shikamaru sehingga ia dapat melindungi kepalanya dengan lengannya. Shikamaru memberikan tendangan kuat lainnya ke arah lengan Gengo kali ini, dan mendengar suara berderak dari tulang di dalamnya.

    Itu tak berakhir disini.

    Shikamaru mendarat di tanah dan menggunakan kesempatannya, mengayunkan kaki yang satunya memutar dan menendang Gengo tepat di sampingnya.

    Gengo terhuyung mundur satu langkah.

    Shikamaru masih belum berhenti. Ia menggerakkan kaki kirinya dan dalam satu tendangan mulus, menyapu kaki Gengo dari bawah.

    Shishi Rendan milik Uchiha Sasuke, Uzumaki Naruto Rendan milik Naruto. Serangan Shikamaru meniru gerakan itu.

    Ia melakukannya dengan baik, jika mengatakan pada dirinya sendiri.

    Gengo terjatuh ke tanah.

    Shikamaru dengan cepat berada di atasnya, menahannya ke bawah sambil menekankan kunai ke tenggorokannya. Jika Gengo bergerak sedikit saja, maka Shikamaru akan membunuhnya tanpa ragu.

    “Ke-kenapa kata-kataku tak mempengaruhi pikiranmu?” Gengo tersedak.

    “Hey, kau tahu bahwa genjutsu hanya bekerja jika terdapat titik lemah pada hati seseorang.”

    “Sejak wanita itu muncul.” Sembur Gengo,

    “Perubahan sikapmu yang mendadak telah menunjukkan bahwa hatimu penuh dengan kelemahan, iya kan?!”

    “Kau benar-benar orang bodoh, huh…” Shikamaru menghela nafas, sebelum tersenyum.

    “Hatiku penuh dengan titik lemah. Tidak…tidak ada yang lain kecuali titik lemah. Justru karena aku mempunyai semua kelemahan itu, tak ada satupun tempat yang bisa kau susupi. Lagipula, seseorang berpikiran tertutup sepertimu mungkin tidak akan mengerti maksudku.”

    “H-hal seperti itu…tak mungkin…”

    “Kau harus menerimanya, dengan keadaan seperti ini. Kata-katamu tidak akan mempengaruhiku lagi.”

    Keringat dingin mengalir di kening Gengo.

    “Sejujurnya, aku tidak ingin melakukan hal seperti ini.”

    Ucap Shikamaru, lebih berbicara pada dirinya sendiri daripada Gengo. “Aku lebih menyukai untuk hidup dalam kehidupan yang normal. Tapi…”

    Selalu ada perasaan menyesal tentang hidupnya yang sedikit menjalar di sudut hati Shikamaru…

    Namun kini, perasaan itu hilang sepenuhnya.

    Ia telah membuat keputusannya.

    “Tampaknya aku bukan seseorang yang bisa hidup dalam kehidupan seperti itu.”

    ‘Orang-orang membutuhkanku, jadi aku tak punya pilihan selain melakukan ini.’

    Shikamaru telah jatuh ke dalam kondisinya yang sekarang karena setelah bertahun-tahun, perasaannya tentang ‘tak memiliki pilihan’ telah berkembang lebih besar dan lebih besar lagi. Semua hal mulai berjalan tak sesuai di dalam hatinya. Ia terus mempertahankan sikapnya yang menyalahkan orang lain karena kehidupan yang dijalaninya, dan menjadi setengah hati serta tidak puas dengan semuanya.

    Ia telah membuat kesalahan yang serius.

    Karena orang yang akan mulai mengemasi mimpinya…tak lain adalah diri Shikamaru sendiri.

    Mimpinya, untuk hidup biasa-biasa saja, takkan pernah terwujud.

    Tapi ia tak masalah dengan itu.

    Bagaimanapun, ia telah menemukan sebuah mimpi yang baru…

    “Aku akan menghabiskan seluruh hidupku untuk membangun dunia sehingga orang-orang dapat menjalani kehidupannya. Sehingga orang-orang yang mengatakan bahwa mereka ingin hidup dengan nyaman dapat melakukannya selama mungkin.” Ucap Shikamaru.

    “Aku akan menghentikan perang, dan mempersatukan seluruh negara. Dan aku akan membuat tempat untuk mereka, orang-orang biasa yang tak memiliki mimpi lain selain menjalani kehidupan yang normal dan sederhana.”

    Seorang pria biasa akan melindungi kebahagiaan yang orang-orang temukan dari hidup dalam kehidupan yang biasa.

    Itu merupakan mimpi yang cocok untuknya, dan Shikamaru merasa puas dengan itu.

    Demi mewujudkan mimpinya, ia akan menjadikan Naruto Hokage dan ia akan menjadi guru dari Mirai, dan jika hasil dari mimpinya itu adalah menjadi shinobi yang baik, yang tak akan mempermalukan ayahnya atau Asuma, maka ia akan bahagia dengan itu.

    Hingga kini, Shikamaru merasakan prioritasnya terbalik. Ia merasakan tekanan dari dunia luar, dan membatasi dirinya, menjalani kehidupannya dengan pemikiran yang konstan agar tak menjadi hal yang memalukan. Itulah mengapa ia memaksa dirinya bekerja keras, memaksakan dirinya hingga lelah.

    Namun dunia tak seharusnya mengatakan padamu apa yang seharusnya menjadi mimpimu. Mimpimu sendirilah yang seharusnya dapat meraih dan menghubungkannya dengan dunia.

    “Aku akhirnya telah menyingkirkan keraguanku.” Ucap Shikamaru

    “Lalu kenapa (jika kau telah menyingkirkannya)?” Suara yang lirih datang dari belakangnya.

    Hasrat membunuh.

    Shikamaru melompat dari Gengo, dan hampir terkena cakar harimau yang mengayun menuju kepalanya.

    Seekor harimau tinta…

    “Aku tidak akan membiarkanmu membunuh Gengo-sama hanya untuk sebuah impian pemalas.“ Ucap Sai, berdiri di depan Shikamaru dengan kuas dan gulungan di tangannya.

    “Sai…”

    “Gengo-sama! Cepat, paksakan kehendakmu kepada para shinobi Sunagakure bodoh itu.”

    “Baiklah.” Gengo mengangguk, dengan cepat berlari menaiki tangga menuju singgasana. Ia mengangkat kedua tangannya.

    “Dengar, semuanya!”

    Ia sedang mempersiapkan pidatonya yang memuat chakra.

    “Seolah aku akan membiarkanmu!” Shikamaru berlari menuju tangga, namun Sai mengahadang jalannya.

    “Aku tidak akan membiarkanmu mengganggu tindakan Gengo-sama!”

    Kuas sai bergerak di atas gulungannya dengan kecepatan kilat, dan harimau tinta lainnya menjadi nyata.

    “Ayo!”

    Harimau yang baru begitu juga harimau yang telah menyerang kepala Shikamaru sesaat tadi, keduanya melompat menyerangnya.

    Gengo berbicara dengan suara keras diatas podium. Jika Shikamaru tak menghentikannya, maka ia akan menenggelamkan seluruh shinobi Sunagakure ke dalam genjutsu dan membekukan gerakan mereka di tempat.

    Tiba-tiba, Shikamaru mendapatkan ide.

    “Dengar, Temari!” Meskipun ia tak mengetahui dimana posisi pasti Temari, ia tetap memanggilnya.

    “Pria itu menenggelamkan orang-orang ke dalam genjutsu dengan kata-katanya! Tenggelamkan suaranya dengan anginmu!”

    “Dimengerti!” Jawaban keras Temari terdengar dari jarak yang sangat dekat.

    Setelah itu, angin topan demi angin topan muncul, angin yang sangat kencang menerjang bebas di sepanjang ruangan itu. Kata-kata Gengo sepenuhnya ditelan oleh angin kencang Temari.

    Saat menghindari serangan dari harimau-harimau Sai, Shikamaru melirik ke arah singgasana di puncak tangga. Gengo telah menyadari bahwa kata-katanya tidak akan berefek jika mereka tak mendengarnya, dan kini mencoba untuk melarikan diri.

    “Sialan…” Shikamaru mencoba berlari menaiki tangga, namun harimau tinta Sai menghadang jalannya.

    “Aku tidak akan membiarkanmu lewat.”

    “Sai, sudah cukup! Sadarlah!”

    “Orang yang seharusnya ‘sadar’ adalah kau dan yang lainnya.”

    Tak ada gunanya, Sai terjebak sepenuhnya dalam cengkraman genjutsu Gengo.

    Tiba-tiba, salah satu angin topan yang menyebabkan kekacauan di sekitar ruangan itu menerjang dari belakang Shikamaru, dan harimau tinta Sai hancur menjadi kabut tinta hitam.

    Temari melompat ke tengah Shikamaru dan Sai.

    “Serahkan padaku, kejar si br*****k itu!” Perintahnya.

    “Temari…..”

    “Kau bisa berterima kasih padaku nanti, cepat pergi!”

    “Baiklah.” Ucap Shikamaru, dan mulai berlari menaiki tangga.

    “Berhenti disana, Shikamaru!” Teriak Sai.

    “Oh, kau tidak bisa.” Ucap Temari, dan membuka kipas perangnya.

    “Lawanmu adalah aku.”

    Shikamaru hanya mengizinkan dirinya menoleh ke arah mereka berdua satu kali, sebelum memfokusan dirinya kembali untuk berlari menaiki tangga.

    0 comments:






    Ia tak dapat menyangkal apa yang telah Gengo katakan…



    Shikamaru merasa kebingungan akibat kondisi hatinya yang terguncang.



    Ia jauh-jauh datang kemari untuk membunuh Gengo.



    Ia sungguh percaya bahwa dia merupakan sebuah penghalang menuju jalan perdamaian shinobi.



    Karena ia mempercayai hal itulah maka Shikamaru menempuh jalan ini tanpa memberitahu yang sebenarnya kepada satupun temannya.



    Namun kini, saat Gengo berdiri di depan matanya, saat ia mendengarkan apa yang dikatakannya, Shikamaru tak yakin apakah jalan berpikirnya adalah yang benar.



    “Apakah kau pernah berpikir mengapa perang terus terulang tanpa henti di dunia ini?" Tanya Gengo.



    Kenyataannya adalah Shikamaru tak pernah sekalipun memikirkan hal itu.



    Dari awal terbentuknya kontinen ini, begitu banyak negara yang terus mengulang pertempuran yang sama satu sama lain, lagi dan lagi, melewati pasang surut seperti yang mereka lakukan.



    Dan diantara jarak hubungan negara-negara itu, shinobi hadir dan menawarkan kemampuan mereka dengan sejumlah harga, untuk mendapatkan persediaan. Dan begitulah bagaimana hal terus berlanjut, sehingga kata ‘perang’ tak tampak berlaku.



    Shikamaru selalu khawatir dengan permasalahan dari dunia shinobi sendiri. Tak seperti Gengo, ia tak pernah mempertimbangkan seluruh dunia.



    Pemikiran Shikamaru hanya selalu tentang bagaimana cara mengamankan masa depan shinobi. Bagaimana cara mempertahakan hubungan yang damai antar desa. Seberapa efektif Persatuan Shinobi dalam hal itu. Bagaimana cara menjadikan Naruto sebagai Hokage. Bagaimana cara membangun fondasi yang kuat untuk generasinya.



    Kekhawatiran Shikamaru tampak jauh lebih kecil dibanding dengan apa yang Gengo khawatirkan. Fokusnya bukan hanya pada dunia shinobi, tapi seluruh dunia.



    “Tidakkah kau berpikir bahwa pertempuran tak pernah berhenti karena Daimyou memerintah segalanya, daripada shinobi? Karena orang-orang yang tak memiliki chakra ataupun jutsu terus bertemu, setiap saat mereka berpapasan, maka perang ini tak akan berakhir. Karena tak ada orang yang luar biasa di antara mereka, tak ada negara yang lebih kuat dari yang lainnya, dan dengan demikian, tak ada satupun yang terus memantaunya. Sehingga negara-negara terus berperang dan berdamai, lagi dan lagi, dan dunia penuh peperangan ini akan terus berlanjut. Aku memberitahumu tentang sebuah jalan yang akan meletakkan akhir dari semua itu. Dengan kekuatan shinobi, aku dan para Kakusha-ku akan meraih apa yang tak pernah orang lain raih sebelumnya : penyatuan kontinen.”



    “Penyatuan kontinen…” gumam Shikamaru.



    Gengo memberikan anggukan puas pada ia saat menggemakan kata-katanya.



    “Sejak awal, dunia ini selalu tentang ‘yang terkuatlah yang akan terus hidup’. Cara hidup seperti ini tak hanya ada untuk binatang. Bahkan binatang yang disebut manusia belum bisa menyingkirkan diri mereka dari sana. Dalam kasus itu, bukankah yang pantas bagi pemegang kekuatan yang sebenarnya, shinobi, memerintah sebagai yang terkuat, berada di atas hirarki ini? Revolusi yang kubicarakan tepatnya adalah: untuk mengubah dunia yang tak normal ini menjadi sebaik mungkin.”



    Berpikir bahwa shinobi lah yang seharusnya mengontrol dunia …



    …mungkin tidak salah.



    “Shikamaru-dono.”



    Suara Rou datang dari belakang. Shikamaru memutar kepalanya dan melirik ke arah pria itu dari bahunya.



    “Bukankah itu seperti yang Gengo-sama telah katakan?” Tanya Rou.



    “Mengapa shinobi selalu dimanfaatkan oleh Daimyou? Saya adalah anggota Anbu. Saya telah melihat sisi buruk Daimyou berkali-kali. Mereka berpikir bahwa kita tak lebih dari sekedar alat. Sahabatku merupakan seorang pria yang digunakan sebagai alat dalam perang antara Negara Api dan Negara Angin. Saat kedua negara itu mendeklarasikan gencatan senjata, dia disingkirkan.”



    Setetes airmata mengalir dari mata Rou yang basah.



    “Sebuah penghalang.”



    “…Aku juga berpikir begitu, kau tahu.”



    Kali ini, sebuah bisikan lemah datang dari mulut Soku. Saat Shikamaru mengalihkan pandangan ke arahnya, ia dapat melihat banyak luka lebam berwarna biru gelap mewarnai wajah kecilnya. Meskipun dia  masih anak-anak, Gengo tak segan-segan memberikan perintah pada bawahannya untuk menyiksanya bersama Rou.



    “Aku pikir apa yang Gengo katakan benar, kau tahu.”



    “Hinoko…”



    “Bukan hanya Daimyou, tapi juga semua penduduk yang tinggal di negara yang mereka perintah, kau tahu.”



    Soku bahkan tak peduli bahwa Shikamaru memanggilnya dengan nama asli, terus berbicara dengan penuh amarah.



    “Tak peduli seberapa baiknya kau pada manusia biasa, saat mereka mendengar bahwa kau adalah shinobi, mereka akan mengawasimu dengan sudut mata mereka. Tatapan di mata itu…mengerikan …mencurigakan…menandai kita sebagai yang ‘berbeda’. Kenapa kita harus menumpahkan darah, keringat, dan airmata untuk baj****n seperti mereka? A- Aku tak tahu kenapa, kau tahu!”



    Meskipun Gengo-lah yang telah memberikan perintah yang menghasilkan luka lebam di kulitnya, Soku melihat pria itu dengan kekaguman, seolah telah benar-benar melupakan kenyataan itu.



    “Kau lihat? Bahkan teman-temanmu setuju denganku. Apa yang ingin kulakukan merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi shinobi. Shikamaru, ikutlah denganku. Bersama, bukankah kita bisa menghentikan era perang ini?”



    Gengo mengulurkan tangannya.



    Jika Shikamaru menerima uluran itu, ia takkan bisa kembali ke rumah.



    'Tidak, bukankah aneh jika berpikir untuk kembali?'



    'Jika Gengo benar-benar menyatukan seluruh negara, maka itu termasuk dunia shinobi. Jika itu terjadi, maka pasti Naruto, Chouji, Ino, semuanya, ia akan dapat bertemu mereka lagi.'



    Tidak, kenyataannya, ia sendiri dapat mengajak mereka, dan mereka dapat ikut membangun dunia shinobi.



    “Shikamaru. Jadilah orang kepercayaanku.”



    Suara Gengo menekan tulang belakang Shikamaru.



    “Aku…”



    Shikamaru ingin menerima uluran itu.



    Namun…



    Ada sebagian diri Shikamaru yang mati-matian mencoba menghentikannya.



    “Ikutlah denganku sekarang,” dorong Gengo.



    “Ke- Ken…”



    Sesuatu dengan kuat menyumbat tenggorokan Shikamaru. Shikamaru berusaha untuk mendorong suaranya melalui sebuah gumpalan asing berduri, dan akhirnya menyemburkan kata-kata itu:



    “Kenapa aku harus menjadi bawahan dari seseorang sepertimu?”



    “Oh? Untuk berpikir kau telah mendengarkan kata-kataku hingga saat ini, dan masih menolak untuk mengerti. Kau pasti juga merupakan orang yang sangat keras kepala.”



    Ada sesuatu yang tak beres.



    Di suatu tempat dalam hati Shikamaru, masih ada sesuatu dalam dirinya yang tak mempercayai Gengo. Sebagian dirinya mengatakan bahwa bukanlah ide yang bagus untuk menyerahkan diri kepada pria ini. Tak ada kata-kata yang berasalasan atapun penjelasan. Hanya sebagian dirinya tak bisa menahan ini. Sebuah perasaan buruk.



    Setiap bagian dirinya yang lain benar-benar yakin bahwa Gengo memiliki gagasan yang benar.



    “Baiklah kalau begitu, kita akan melakukan ini…”



    Gengo mengangguk ke arah penjaga di samping Shikamaru, dan kemudian berjalan kembali ke arah tangga.



    Para Kakusha yang menjaga Shikamaru hingga kini membuka borgol yang menahan tangan di belakang punggungnya. Hilangnya pembatas yang memaksanya meringkuk membuat tubuhnya lemas dengan kelegaan. Dengan susah payah menahan dirinya agar tak terjatuh ke lantai, ia menahan dirinya dengan tangan kanannya. Ia melihat ke arah Gengo.



    Gengo berdiri di dasar tangga, hanya berjarak beberapa meter. Ia merentangkan tangannya ke samping, membebaskan dadanya.



    “Jika kau benar-benar tak bisa mempercayaiku, maka bunuhlah aku sekarang.”



    “Mem- membunuhmu?” Suara Shikamaru bergetar.



    “Tak ada alasan untuk tak mampu mencekikku hingga mati dengan jutsu manipulasi bayanganmu itu. Gunakanlah. Mari kita lihat bagaimana kau membunuhku.”



    Kenapa ia begitu yakin saat ia mengatakan pada Shikamaru untuk membunuhnya?



    Perasaan gelisah dalam diri Shikamaru perlahan tumbuh.



    Ada sesuatu yang hilang, di suatu tempat, ia tak bisa berpikir sebagaimana mestinya, ada sesuatu yang ia lewatkan…



    Shikamaru menempatkan tangannya yang gemetar di atas lantai.



    Cahaya matahari bersinar melewati jendela besar di sisi ruangan itu. Cahaya yang bersinar terang itu jatuh tepat pada tangan dan tubuh bagian atas Shikamaru, membuat bayangan dengan jelas. Bayangan hitam pekat mulai sedikit bergetar. Getaran itu perlahan meningkat, bayangannya beriak, kemudian bergetar dengan keras seperti mencoba melepaskan diri dari bentuk aslinya.



    “Ayo…” Shikamaru memerintah bayangannya dengan suara lemah. Bayangan yang beriak itu berubah menjadi sulur panjang dan gelap yang menuju langsung ke arah Gengo.



    “Sekarang, jangan berhenti, Shikamaru!”



    Gengo memanggil, matanya menyala terang. Ia terdengar seperti menikmatinya.



    Suaranya yang penuh dengan keyakinan menekan Shikamaru dari segala arah.



    Banyangannya..



    Terhenti.



    Bayangan itu berhenti tepat di depan jari kaki Gengo. Tak peduli berapa besar keinginan Shikamaru, bayangan itu takkan bergerak lebih jauh.



    “Ada apa?” Tanya Gengo.



    “Kenapa kau tidak menggunakan bayanganmu?”



    'Mengapa bayangannya tak bergerak?'



    'Sesuatu yang aneh, sesuatu yang janggal, sesuatu yang tak beres …'



    'Pikir, pikir, pikir, pikir…'



    'Berpikir, Shikamaru!'



    'Mengapa kau tak menyadarinya?'



    Kepalanya terasa seperti akan meledak.



    Rou dan Soku…



    Perasaan di dalam dirinya ada karena mereka.



    'Rou dan Soku. Mereka berdua merupakan anggota Anbu yang berdedikasi, memiliki kesetiaan yang besar bahkan di bawah paksaan… lalu kenapa mereka berdua menerima kata-kata Gengo dengan cepat dan mudah?'



    'Setelah mengalami penyiksaan dibawah perintah Gengo, kenapa mereka tak sama sekali merasakan kebencian?'



    'Untuk mengubah perasaan mereka menjadi rasa kagum dengan begitu mudah—merupakan hal yang tak mungkin.'



    'Pasti ada sebuah trik. Sebuah trik.'



    Satu kata dengan jelas muncul di pikiran Shikamaru.



    'Genjutsu…'



    'Genjutsu lah yang memanipulasi pikiranmu dan dirimu ke dalam delusi. Rou dan Soku tampak seperti berada dalam genjutsu.'



    Dalam kasus itu, maka apakah Shikamaru juga berada dalam genjutsu?



    Itu merupakan kemungkinannya.



    Tapi, genjutsu merupakan sebuah doujutsu, teknik yang berakar pada mata. Contoh utamanya adalah Klan Uchiha dari Konoha, dan mata sharingan mereka yang spesial, sebuah garis keturunan yang membuat mereka dapat menenggelamkan lawan mereka ke dalam genjutsu



    Kejadian di alun-alun itu. Saat itu, sesuatu melemahkan jutsu Rou dan menguak keberadaan mereka pada Gengo. Hal itu tak mungkin merupakan doujutsu, karena hingga Gengo berbicara dan memanggil mereka ‘tikus’, tak satupun yang melihat langsung mata Gengo. Kontak mata dengan lawanmu merupakan syarat yang absolut dalam doujutsu. Tak ada kemungkinan ia membuat kontak mata dengan mereka saat itu.



    Lalu apa yang menghasilkan genjutsu pada Shikamaru dan yang lainnya?



    Ia tak dapat berpikir. Pemikirannya melamban.



    kaat kau terjebak dalam genjutsu, kau selalu membutuhkan seseorang untuk membantumu keluar dari jutsu itu. Namun kedua rekannya sudah berada dalam genggaman Gengo.



    Shikamaru merasa seperti berjalan melewati rawa yang dalam dan keruh, perlahan tenggelam lebih dalam dan lebih dalam lagi. Pada akhirnya, ia tahu bahwa kepalanya juga akan tenggelam.



    Sebentar lagi, ia akan benar-benar berada dibawah pengaruh Gengo.



    “Aku benar-benar tidak bisa menahan ini…” Pikiran Shikamaru mulai tak berdaya.



    Gengo memandangnya dengan tatapan kemenangan. Bahkan kini, bayangan Shikamaru bergetar tak lebih beberapa inchi dari kaki pria itu.



    “Tidakkah kau ingin menyerah sekarang?”



    Suaranya begitu lembut dan menenangkan. Shikamaru dapat merasakan seluruh tubuhnya meleleh karena kehangatan suara itu. Sisa-sisa kesadarannya mulai menurun…



    'Kemampuan genjutsu Gengo yang sebenarnya…'



    Jawaban samar-samar telah terbentuk dalam pikiran Shikamaru, namun sebelum hal itu dapat menjadi wujud yang jelas, ia menghapusnya dengan keinginannya sendiri.



    Ia sudah tak peduli lagi..

    Novel Shikamaru Hiden Chapter 13

    Posted at  January 18, 2017  |  in    |  Read More»






    Ia tak dapat menyangkal apa yang telah Gengo katakan…



    Shikamaru merasa kebingungan akibat kondisi hatinya yang terguncang.



    Ia jauh-jauh datang kemari untuk membunuh Gengo.



    Ia sungguh percaya bahwa dia merupakan sebuah penghalang menuju jalan perdamaian shinobi.



    Karena ia mempercayai hal itulah maka Shikamaru menempuh jalan ini tanpa memberitahu yang sebenarnya kepada satupun temannya.



    Namun kini, saat Gengo berdiri di depan matanya, saat ia mendengarkan apa yang dikatakannya, Shikamaru tak yakin apakah jalan berpikirnya adalah yang benar.



    “Apakah kau pernah berpikir mengapa perang terus terulang tanpa henti di dunia ini?" Tanya Gengo.



    Kenyataannya adalah Shikamaru tak pernah sekalipun memikirkan hal itu.



    Dari awal terbentuknya kontinen ini, begitu banyak negara yang terus mengulang pertempuran yang sama satu sama lain, lagi dan lagi, melewati pasang surut seperti yang mereka lakukan.



    Dan diantara jarak hubungan negara-negara itu, shinobi hadir dan menawarkan kemampuan mereka dengan sejumlah harga, untuk mendapatkan persediaan. Dan begitulah bagaimana hal terus berlanjut, sehingga kata ‘perang’ tak tampak berlaku.



    Shikamaru selalu khawatir dengan permasalahan dari dunia shinobi sendiri. Tak seperti Gengo, ia tak pernah mempertimbangkan seluruh dunia.



    Pemikiran Shikamaru hanya selalu tentang bagaimana cara mengamankan masa depan shinobi. Bagaimana cara mempertahakan hubungan yang damai antar desa. Seberapa efektif Persatuan Shinobi dalam hal itu. Bagaimana cara menjadikan Naruto sebagai Hokage. Bagaimana cara membangun fondasi yang kuat untuk generasinya.



    Kekhawatiran Shikamaru tampak jauh lebih kecil dibanding dengan apa yang Gengo khawatirkan. Fokusnya bukan hanya pada dunia shinobi, tapi seluruh dunia.



    “Tidakkah kau berpikir bahwa pertempuran tak pernah berhenti karena Daimyou memerintah segalanya, daripada shinobi? Karena orang-orang yang tak memiliki chakra ataupun jutsu terus bertemu, setiap saat mereka berpapasan, maka perang ini tak akan berakhir. Karena tak ada orang yang luar biasa di antara mereka, tak ada negara yang lebih kuat dari yang lainnya, dan dengan demikian, tak ada satupun yang terus memantaunya. Sehingga negara-negara terus berperang dan berdamai, lagi dan lagi, dan dunia penuh peperangan ini akan terus berlanjut. Aku memberitahumu tentang sebuah jalan yang akan meletakkan akhir dari semua itu. Dengan kekuatan shinobi, aku dan para Kakusha-ku akan meraih apa yang tak pernah orang lain raih sebelumnya : penyatuan kontinen.”



    “Penyatuan kontinen…” gumam Shikamaru.



    Gengo memberikan anggukan puas pada ia saat menggemakan kata-katanya.



    “Sejak awal, dunia ini selalu tentang ‘yang terkuatlah yang akan terus hidup’. Cara hidup seperti ini tak hanya ada untuk binatang. Bahkan binatang yang disebut manusia belum bisa menyingkirkan diri mereka dari sana. Dalam kasus itu, bukankah yang pantas bagi pemegang kekuatan yang sebenarnya, shinobi, memerintah sebagai yang terkuat, berada di atas hirarki ini? Revolusi yang kubicarakan tepatnya adalah: untuk mengubah dunia yang tak normal ini menjadi sebaik mungkin.”



    Berpikir bahwa shinobi lah yang seharusnya mengontrol dunia …



    …mungkin tidak salah.



    “Shikamaru-dono.”



    Suara Rou datang dari belakang. Shikamaru memutar kepalanya dan melirik ke arah pria itu dari bahunya.



    “Bukankah itu seperti yang Gengo-sama telah katakan?” Tanya Rou.



    “Mengapa shinobi selalu dimanfaatkan oleh Daimyou? Saya adalah anggota Anbu. Saya telah melihat sisi buruk Daimyou berkali-kali. Mereka berpikir bahwa kita tak lebih dari sekedar alat. Sahabatku merupakan seorang pria yang digunakan sebagai alat dalam perang antara Negara Api dan Negara Angin. Saat kedua negara itu mendeklarasikan gencatan senjata, dia disingkirkan.”



    Setetes airmata mengalir dari mata Rou yang basah.



    “Sebuah penghalang.”



    “…Aku juga berpikir begitu, kau tahu.”



    Kali ini, sebuah bisikan lemah datang dari mulut Soku. Saat Shikamaru mengalihkan pandangan ke arahnya, ia dapat melihat banyak luka lebam berwarna biru gelap mewarnai wajah kecilnya. Meskipun dia  masih anak-anak, Gengo tak segan-segan memberikan perintah pada bawahannya untuk menyiksanya bersama Rou.



    “Aku pikir apa yang Gengo katakan benar, kau tahu.”



    “Hinoko…”



    “Bukan hanya Daimyou, tapi juga semua penduduk yang tinggal di negara yang mereka perintah, kau tahu.”



    Soku bahkan tak peduli bahwa Shikamaru memanggilnya dengan nama asli, terus berbicara dengan penuh amarah.



    “Tak peduli seberapa baiknya kau pada manusia biasa, saat mereka mendengar bahwa kau adalah shinobi, mereka akan mengawasimu dengan sudut mata mereka. Tatapan di mata itu…mengerikan …mencurigakan…menandai kita sebagai yang ‘berbeda’. Kenapa kita harus menumpahkan darah, keringat, dan airmata untuk baj****n seperti mereka? A- Aku tak tahu kenapa, kau tahu!”



    Meskipun Gengo-lah yang telah memberikan perintah yang menghasilkan luka lebam di kulitnya, Soku melihat pria itu dengan kekaguman, seolah telah benar-benar melupakan kenyataan itu.



    “Kau lihat? Bahkan teman-temanmu setuju denganku. Apa yang ingin kulakukan merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi shinobi. Shikamaru, ikutlah denganku. Bersama, bukankah kita bisa menghentikan era perang ini?”



    Gengo mengulurkan tangannya.



    Jika Shikamaru menerima uluran itu, ia takkan bisa kembali ke rumah.



    'Tidak, bukankah aneh jika berpikir untuk kembali?'



    'Jika Gengo benar-benar menyatukan seluruh negara, maka itu termasuk dunia shinobi. Jika itu terjadi, maka pasti Naruto, Chouji, Ino, semuanya, ia akan dapat bertemu mereka lagi.'



    Tidak, kenyataannya, ia sendiri dapat mengajak mereka, dan mereka dapat ikut membangun dunia shinobi.



    “Shikamaru. Jadilah orang kepercayaanku.”



    Suara Gengo menekan tulang belakang Shikamaru.



    “Aku…”



    Shikamaru ingin menerima uluran itu.



    Namun…



    Ada sebagian diri Shikamaru yang mati-matian mencoba menghentikannya.



    “Ikutlah denganku sekarang,” dorong Gengo.



    “Ke- Ken…”



    Sesuatu dengan kuat menyumbat tenggorokan Shikamaru. Shikamaru berusaha untuk mendorong suaranya melalui sebuah gumpalan asing berduri, dan akhirnya menyemburkan kata-kata itu:



    “Kenapa aku harus menjadi bawahan dari seseorang sepertimu?”



    “Oh? Untuk berpikir kau telah mendengarkan kata-kataku hingga saat ini, dan masih menolak untuk mengerti. Kau pasti juga merupakan orang yang sangat keras kepala.”



    Ada sesuatu yang tak beres.



    Di suatu tempat dalam hati Shikamaru, masih ada sesuatu dalam dirinya yang tak mempercayai Gengo. Sebagian dirinya mengatakan bahwa bukanlah ide yang bagus untuk menyerahkan diri kepada pria ini. Tak ada kata-kata yang berasalasan atapun penjelasan. Hanya sebagian dirinya tak bisa menahan ini. Sebuah perasaan buruk.



    Setiap bagian dirinya yang lain benar-benar yakin bahwa Gengo memiliki gagasan yang benar.



    “Baiklah kalau begitu, kita akan melakukan ini…”



    Gengo mengangguk ke arah penjaga di samping Shikamaru, dan kemudian berjalan kembali ke arah tangga.



    Para Kakusha yang menjaga Shikamaru hingga kini membuka borgol yang menahan tangan di belakang punggungnya. Hilangnya pembatas yang memaksanya meringkuk membuat tubuhnya lemas dengan kelegaan. Dengan susah payah menahan dirinya agar tak terjatuh ke lantai, ia menahan dirinya dengan tangan kanannya. Ia melihat ke arah Gengo.



    Gengo berdiri di dasar tangga, hanya berjarak beberapa meter. Ia merentangkan tangannya ke samping, membebaskan dadanya.



    “Jika kau benar-benar tak bisa mempercayaiku, maka bunuhlah aku sekarang.”



    “Mem- membunuhmu?” Suara Shikamaru bergetar.



    “Tak ada alasan untuk tak mampu mencekikku hingga mati dengan jutsu manipulasi bayanganmu itu. Gunakanlah. Mari kita lihat bagaimana kau membunuhku.”



    Kenapa ia begitu yakin saat ia mengatakan pada Shikamaru untuk membunuhnya?



    Perasaan gelisah dalam diri Shikamaru perlahan tumbuh.



    Ada sesuatu yang hilang, di suatu tempat, ia tak bisa berpikir sebagaimana mestinya, ada sesuatu yang ia lewatkan…



    Shikamaru menempatkan tangannya yang gemetar di atas lantai.



    Cahaya matahari bersinar melewati jendela besar di sisi ruangan itu. Cahaya yang bersinar terang itu jatuh tepat pada tangan dan tubuh bagian atas Shikamaru, membuat bayangan dengan jelas. Bayangan hitam pekat mulai sedikit bergetar. Getaran itu perlahan meningkat, bayangannya beriak, kemudian bergetar dengan keras seperti mencoba melepaskan diri dari bentuk aslinya.



    “Ayo…” Shikamaru memerintah bayangannya dengan suara lemah. Bayangan yang beriak itu berubah menjadi sulur panjang dan gelap yang menuju langsung ke arah Gengo.



    “Sekarang, jangan berhenti, Shikamaru!”



    Gengo memanggil, matanya menyala terang. Ia terdengar seperti menikmatinya.



    Suaranya yang penuh dengan keyakinan menekan Shikamaru dari segala arah.



    Banyangannya..



    Terhenti.



    Bayangan itu berhenti tepat di depan jari kaki Gengo. Tak peduli berapa besar keinginan Shikamaru, bayangan itu takkan bergerak lebih jauh.



    “Ada apa?” Tanya Gengo.



    “Kenapa kau tidak menggunakan bayanganmu?”



    'Mengapa bayangannya tak bergerak?'



    'Sesuatu yang aneh, sesuatu yang janggal, sesuatu yang tak beres …'



    'Pikir, pikir, pikir, pikir…'



    'Berpikir, Shikamaru!'



    'Mengapa kau tak menyadarinya?'



    Kepalanya terasa seperti akan meledak.



    Rou dan Soku…



    Perasaan di dalam dirinya ada karena mereka.



    'Rou dan Soku. Mereka berdua merupakan anggota Anbu yang berdedikasi, memiliki kesetiaan yang besar bahkan di bawah paksaan… lalu kenapa mereka berdua menerima kata-kata Gengo dengan cepat dan mudah?'



    'Setelah mengalami penyiksaan dibawah perintah Gengo, kenapa mereka tak sama sekali merasakan kebencian?'



    'Untuk mengubah perasaan mereka menjadi rasa kagum dengan begitu mudah—merupakan hal yang tak mungkin.'



    'Pasti ada sebuah trik. Sebuah trik.'



    Satu kata dengan jelas muncul di pikiran Shikamaru.



    'Genjutsu…'



    'Genjutsu lah yang memanipulasi pikiranmu dan dirimu ke dalam delusi. Rou dan Soku tampak seperti berada dalam genjutsu.'



    Dalam kasus itu, maka apakah Shikamaru juga berada dalam genjutsu?



    Itu merupakan kemungkinannya.



    Tapi, genjutsu merupakan sebuah doujutsu, teknik yang berakar pada mata. Contoh utamanya adalah Klan Uchiha dari Konoha, dan mata sharingan mereka yang spesial, sebuah garis keturunan yang membuat mereka dapat menenggelamkan lawan mereka ke dalam genjutsu



    Kejadian di alun-alun itu. Saat itu, sesuatu melemahkan jutsu Rou dan menguak keberadaan mereka pada Gengo. Hal itu tak mungkin merupakan doujutsu, karena hingga Gengo berbicara dan memanggil mereka ‘tikus’, tak satupun yang melihat langsung mata Gengo. Kontak mata dengan lawanmu merupakan syarat yang absolut dalam doujutsu. Tak ada kemungkinan ia membuat kontak mata dengan mereka saat itu.



    Lalu apa yang menghasilkan genjutsu pada Shikamaru dan yang lainnya?



    Ia tak dapat berpikir. Pemikirannya melamban.



    kaat kau terjebak dalam genjutsu, kau selalu membutuhkan seseorang untuk membantumu keluar dari jutsu itu. Namun kedua rekannya sudah berada dalam genggaman Gengo.



    Shikamaru merasa seperti berjalan melewati rawa yang dalam dan keruh, perlahan tenggelam lebih dalam dan lebih dalam lagi. Pada akhirnya, ia tahu bahwa kepalanya juga akan tenggelam.



    Sebentar lagi, ia akan benar-benar berada dibawah pengaruh Gengo.



    “Aku benar-benar tidak bisa menahan ini…” Pikiran Shikamaru mulai tak berdaya.



    Gengo memandangnya dengan tatapan kemenangan. Bahkan kini, bayangan Shikamaru bergetar tak lebih beberapa inchi dari kaki pria itu.



    “Tidakkah kau ingin menyerah sekarang?”



    Suaranya begitu lembut dan menenangkan. Shikamaru dapat merasakan seluruh tubuhnya meleleh karena kehangatan suara itu. Sisa-sisa kesadarannya mulai menurun…



    'Kemampuan genjutsu Gengo yang sebenarnya…'



    Jawaban samar-samar telah terbentuk dalam pikiran Shikamaru, namun sebelum hal itu dapat menjadi wujud yang jelas, ia menghapusnya dengan keinginannya sendiri.



    Ia sudah tak peduli lagi..

    0 comments:

    About-Privacy Policy-Contact us
    Copyright © 2013 Baca Komik.
    Powered by Themes24x7 .
    back to top